(Kejadian Pencemaran Laut: Di Indonesia Dan Luar Negeri)
Disusun Oleh: Faridz Fachri, Hanisya Putri, Aji Dwiantoro, Joni Johanda, Dita Primaoktasa, Maz Tataz, Indra Pramana, Mulki Nurdin, Nidhom Fahmi, Rashita Megah (2011).
Pesisir dan laut dikenal sebagai kawasan yang mengandung kekayaan alam potensial untuk memenuhi kebutuhan manusia. Secara geofisik, laut juga memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi, struktur kimia atmosfer, serta keseimbangan iklim dan cuaca. Di sisi lain, ekosistem pesisir dan laut yang merupakan himpunan integral dari komponen hayati (organisme hidup) dan nirhayati (fisik) yang saling berinteraksi secara fungsional merupakan ekosistem yang unik, saling terkait, dinamis dan produktif (Bengen, 2004).
Semua sistem alam yang telah tersusun secara rapi tersebut menghadapi suatu tantangan besar yang dapat menimbulkan kemunduran kualitas alam, terutama bagi sumberdaya kelautan. Tantangan ini ditimbulkan karena adanya suatu bentuk pencemaran yang dapat mengganggu ekosistem tersebut, baik yang timbul akibat ulah manusia, ataupun dari alam.
Menurut Miller (2004, dalam Mukhtasor, 2007), pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan terwebut tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya.
Pada makalah ini akan membahas mengenai kejadian-kejadian di laut yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas sumber daya alam yang terdapat di laut, terutama kejadian yang ditimbulkan karena ulah manusia, baik di Indonesia ataupun di luar negeri, beseta bagaimana penanganannya.
Kejadian Pencemaran Laut Di Dunia Internasional
1. Tragedi Karamnya Kapal dan Oil Spil (Internasional)
1967 Hujan Bom di Torrey Canyon
Source: Media Indonesia (29 Mar 2010)
KAPAL tanker berisi bahan bakar, The Tony Canyon tidak dapat ditenggelamkan meskipun sudah dilakukan pengeboman sejak sehari sebelumnya. Tanker tersebut karam setelah tersangkut di bebatuan antara Kepulauan End dan Kepulauan Scilly.
Pengeboman itu dilakukan untuk menenggelamkan kapal ke dasar laut dan memusnahkan seluruh bahan bakar yang telah tumpah sepanjang 35 mil sehingga mencemari kawasan seluas 20 mil. Peristiwa itu bermula ketika delapan Royal Naval Buccaneers berangkat dari Lossiemouth, Skotlandia, pada 24 Maret 1967.
RAF dan Royal Navy lalu menjatuhkan 62.000 bom, 5.200 galon bensin, 11 roket, dan bahan kimia. Meskipun hal tersebut telah dilakukan, kobaran api akibat tumpahnya bahan bakar ke laut belum bisa dipadamkan, bahkan semakin membesar dan menyebabkan kepulan asap tebal. Pantai Comish telah tercemar.
Air berubah warna menjadi kecokelatan, ini merupakan bencana terburuk pada saat itu. Polusi minyak membentang dari wilayah Hartland Point di North Devon sampai dengan Start Point, dan bagian selatan hingga barat Dartmouth. Puluhan kapal telah menyemprotkan oli dan deterjen guna mencegah dampak pencemaran semakin meluas.
Pengaruh kecelakaan kapal torrey canyon pada lingkungan laut
Kecelakaan kapal Torrey Canyon disertai oleh tumpahan minyak yang akan mencemari dan merusak ekosistem laut. Beberapa komponen minyak akan tenggelam dan mencemari bagian dasar laut yang kemudian organisme bentik mampu mengakumulasi minyak di dalam tubuhnya. Walaupun adanya hidrokarbon dapat dimanfaatkan oleh bakteri laut namun ada beberapa organisme yang diversitasnya menurun salah satunya adalah fitoplankton. Kandungan toksik dalam minyak akan menurunkan kemampuan fitoplankton untuk reproduksi, fotosintesis,metabolisme dan aktivitas biologi lainnya. Kemudian untuk ikan juga mengalami dampak buruk dari tumpahnya minyak terutama ikan yang nilai komersialnya tinggi. Minyak yang tumpah ini akan mempengaruhi pertumbuhan larva ikan bahkan dapat mematikan ikan dalam jangka waktu yang cepat.
Lapisan minyak yang terbentuk di permukaan akan menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan akan mengurangi kelarutan oksigen yang kemudian tidak dapat mendukung kegiatan biologis suatu spesies. Bukan hanya itu saja, terumbu karang yang sensitive terhadap toksik akan mengalami bleaching karena tertutup minyak yang kemudian akan ditinggalkan oleh zooxanthella.
Dampak paling besar dari pencemaran minyak adalah terhadap organisme bentik karena minyak terakumulasi pada lapisan dasar dan beberapa organisme bentik umumnya tidak bergerak dan tidak dapat menghindari pencemaran minyak tersebut. Setelah terjadinya tumpahan minyak, air relatif bebas cepat bergerak sehingga organisme pelagis mampu menghindarinya akan tetapi populasi bentik harus berhadapan pada lingkungan yang terkontaminasi minyak untuk beberapa tahun (Mukhtasor,2007)
Penanggulangan untuk memulihkan lingkungan laut
Metode penanggulangan pencemaran laut akibat tumpahan minyak meliputi beberapa metode, diantaranya metode fisika/mekanis (penggunaan boom, absorben, dan skimmer ),metode kimia (penanggulangan dispersan), metode biologi (bioremediasi) dan dengan pembakaran.
Bioremediasi merupakan metode yang aman dan murah untuk mengatasi tumpahan minyak di laut. Bioremediasi adalah pemulihan suatu lingkungan dengan menggunakan mikroorganisme. Dalam hal ini,bakteri yang digunakan adalah bakteri hidrokarbonoklastik. Bakteri ini mampu mendegradasikan hidrokarbon secara alami menjadi C02. Ada dua pendekatan dalam bioremediasi yaitu, bioaugmentasi yaitu menambahkan bakteri pada suatu side poluttant dan biostimulasi yaitu merangsang pertumbuhan bakteri dengan menambahkan nutrient, O2 dan nitrat agar optimal dalam mendegradasikan senyawa hidrokarbon.
Tidak hanya metode biologi yang digunakan namun dengan metode fisika dan kimia masalah lingkungan ini akan terselesaikan. Metode fisika yang digunakan adalah dengan dispersan. Dispersan merupakan cara untuk memecahkan minyak menjadi butiran-butiran kecil agar mampu tersebar di badan air kemudian mengalami penguapan ke atmosfer. Namun ada kekurangan dalam menggunakan dispersan ini yaitu terkadang beberapa dispersan memiliki toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak yang tumpah. Tidak hanya itu saja, pecahnya minyak menjadi butiran-butiran kecil menimbulkan bahaya bagi organisme karena mudah dimakan oleh organisme-organisme yang kecil dan akhirnya terakumulasi di dalam tubuhnya dan menimbulkan masalah kesehatan bagi organisme yang level trofiknya lebih tinggi
Kemudian cara yang paling mudah adalah dengan pembakaran. Namun untuk menerapkan metode ini dibutuhkan perairan yang cukup luas agar tidak menimbulkan polusi udara dan tidak mengganggu kesehatan karena asap yang timbulkan sangatlah tebal dan hitam. Selain itu juga, harus dilakukan pada laut yang kedalamannya kurang lebih 2-3 feet.
Salah satu metode fisika yang dapat digunakan adalah boom. Boom adalah usaha yang digunakan untuk menglokalisir daerah minyak yang tumpah agar tidak meluas dan melebar penyebarannya. Selain itu, apabila minyak tersebut telah terlokalisir maka untuk membersihkan akan lebih muda. Namun metode ini mempunyai kelemahan yaitu boom tidak dapat tegak karena sifat arus laut yang dinamis akan menggerakkan boom ini.
Analisa pencegahan untuk kasus pencemaran ini
Pemerintah harus bisa memonitoring dan mengontrol jumlah muatan kapal yang melintasi perairan Indonesia. Hal ini dapat dikendalikan apabila seluruh aspek masyarakat terlibat langsung dalam pengontrolan. Jadi sebelum kapal itu berlayar maka pihak pelabuhan yang berlaku sebagai Port state menjalankan tugasnya dengannya baik yakni setiap kapal harus diperiksa jumlah muatannya dan jenis-jenis limbah yang mungkin dihasilkan pada saat kapal tersebut
Kemudian pemerintah harus mampu mengimplementasikan hukum Internasional dan Nasional yang mengatur tentang pencemaran dan ketegasan apa yang diambil apabila pencemaran itu terjadi sehingga pemerintah dapat membawa masalah ini ke ranah hukum baik internasional maupun nasional. Sebagai contoh adalah kasus Chevron di Balikpapan, pemerintah harus bisa menggunakan kedudukannya untuk mengatasi kerugian apa saja yang ditimbulkan akibat kasus ini. Mulai secara ekologis maupun biologis. Dan menganalisis berapa besar kerugian yang ditimbulkan agar menjadi bukti yang kuat saat di pengadilan.
Kemudian pencegahan bisa dilakukan mulai dari melakukan studi awal, Analisa Mengenai Dampak Lingkungan, penanganan atau pengelolaan yang telah dikenal oleh masyarakat umum sebelumnya. Namun jika pada akhinya terjadi pencemaran maka ada beberapa cara penanggulangan yang bisa dilakukan baik secara fisik,kimia ataupun biologi.
Perbandingan antara kasus pencemaran di Indonesia dan Luar Negri
Dalam menangani kasus seperti ini, Indonesia sangat tertinggal dibanding negara lain. Pemerintah belum mampu membawa kasus ini ke pengadilan dan tidak dapat membayar gantirugi terhadap masyarakat yang kena dampaknya. Lemahnya koordinasi antara polisi dan instansi-instansi lainnya membuat kasus ini hanya menguap begitu saja. Berdasarkan sumber, ada 6 kasus pencemaran yang terjadi di Indonesia belum ada penanganan yang lebih lanjut. Berbeda sekali dengan di luar negeri, sebagai contoh Jepang, dalam hal pencegahan dan penanggulangan bencana tumpahan minyak di laut, antara birokrasi, LSM, institusi penelitian dan masyarakat telah terintegrasi dengan baik. Kasus kandasnya kapal tanker milik Rusia Nakhodka (13.157 ton bermuatan 19.000 kilo liter heavy oil) pada Januari 1997, sebagai bukti keberhasilan negara tersebut dalam penanggulangan tumpahan minyak. Mereka bekerja sama saling membantu dalam penanggulangan bencana ini. Hanya dalam waktu 50 hari seluruh tumpahan dapat diselesaikan.
2. Pencemaran Laut Akibat Limbah Dari Aktivitas Perikanan Fishing for Litter in Cornish Waters (Internasional)
Fishermen in Cornwall are taking part in a scheme to reduce marine pollution.
Source: Dari Berbagai Sumber
Fishing For Litter' encourages fishermen to bring ashore litter caught in their gear during fishing operations. The scheme provides land based facilities for the safe disposal of the rubbish. Newquay Harbour is the fourth port in the South West to sign up to the project which aims to remove 100 tonnes of rubbish from our seas by 2011.
The first Newquay based skipper to sign up to the scheme is Phil Trebilcock, who fishes the 'Loyal Partner'. He says: "It feels good to be doing my bit for the environment and 'Fishing For Litter' makes it easier for me to do that. I would encourage other skippers to get involved. "The scheme provides us with large sacks to collect rubbish we find at sea, all we have to do is bring it back to port. It makes good sense to me." Sarah Crosbie, Project Coordinator for Fishing For Litter South West says: "Despite many initiatives to reduce marine litter, it remains one of the most significant problems affecting the marine environment on a worldwide scale.
"This year's Beachwatch survey by the Marine Conservation Society (MCS) found 1849 items of litter, for every kilometre surveyed and 63% of it was plastic. "Plastic litter has increased by an enormous 121% since Beachwatch started in 1994. The Fishing For Litter scheme aims to combat the problem by retrieving rubbish before it reaches our shores." Fishing For Litter is funded by several organisations including The Marine and Fisheries Agency, The Environment Agency, Cornwall Council and The Cornish Fish Producers' Organisation. It is run by KIMO, an international organisation of local authorities working to tackle marine pollution and environmental issues.
Inti Ringkasan
Nelayan di perairan cornish mengeluhkan banyaknya sampah yang berada di perairan tersebut. Diperkirakan sampah tersebut berasal dari industri perikanan yang berada di dekat perairan itu. Beberapa organisasi membantu dalam penyelesaian masalah tersebut seperti Marine and fisheries agency. The environtment agency, cornwall council and the cornish fish producer’s organisation
1. Penyebab
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Alam memiliki kemampuan untuk mengatasi limbah. Berbagai siklus yang terdapat di alam mampu mengatasi limbah. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan perikanan adalah berupa :
- Ikan rucah yang bernilai ekonomis rendah sehingga belum banyak dimanfaatkan sebagai pangan
- Bagian daging ikan yang tidak dimanfaatkan dari rumah makan, rumah tangga, industri pengalengan, atau industri pemiletan
- Ikan yang tidak terserap oleh pasar, terutama pada musim produksi ikan melimpah
- Kesalahan penanganan dan pengolahan
- Plastik dan kaleng dari industri pengalengan ikan
2. Penanganan
Menurut (anonymous, 2009), Limbah hasil perikanan dapat berbentuk padatan, cairan atau gas. Limbah berbentuk padat berupa potongan daging ikan, sisik, insang atau saluran pencernaan. Namun secara garis besarnya, teknik penanganan dan pengolahan limbah dapat dibagi menjadi penanganan dan pengolahan limbah secara fisik, kimiawi dan biologis.
- Secara fisik
Secara fisik dilakukan untuk memisahkan antara limbah berbentuk padatan, cairan dan gas. Penanganan limbah dilakukan menggunakan penyaring (filter). Bentuk saringan disesuaikan dengan kondisi dimana limbah tersebut ditangani. Penyaring yang digunakan dapat berbentuk jeruji besi atau saringan.
- Secara kimiawi
Dengan menggunakan senyawa kimia tertentu untuk mengendapkan limbah sehingga mudah dipisahkan.pada limbah berbentuk padat, penggunaan senyawa kimia dimaksudkan untuk menguraikan limbah menjadi bentuk yang tidak mencemari lingkungan.
- Secara biologis
Menggunakan tanaman dan mikroba.biasa berupa eceng gondok, duckweed, dan kiambang. Jenis mikroba yang digunakan adalah bakteri, jamur, protozoa dan ganggang. Bakteri bersifat kemoheterotrof dan kemoautotrof.jamur yang digunakan adalah bersifat nonfotosintesa dan bersifat aerob. Protozoa yang digunakan bersel satu dan memiliki kemampuan bergerak. Ganggang digunakan secara biologis karena memiliki sifat autotrof dan mampu melakukan fotosintesa.
Menurut (Mukhtasor,2006) , dari potensi limbah yang ada maka perlu dilakukan upaya pengelolaan lingkungan (limbah dan cemaran) yang direncanakan berdasarkan / mengacu kepada dampak yang berpotensi ditimbulkan oleh limba-limbah pengolahan hasil perikanan tersebut.
- Pengelolaan terhadap limbah padat
Limbah padat pada usaha perikanan berupa jerohan, gumpalan darah yang berasal dari proses pembersihan kan (buangan kepala,ekordan sisik yang berasal dari proses cleaning, karton,plastik, dan kaleng yang berasal dari aktivitas lainnya. Dalam mengatasi dampak dan mengelola timbulan limbah ini, perlu dilakukan upaya pengelolaan langkah-langkah preventif dan produksi bersih sesuai dengan konsep reuse, recovery, dan recycle.
Limbah dari jerohan, kepala, ekor dapat dimanfaatkan sebagai tepung ikan yang sangat bagus untuk campuran pakan ternak. Pemanfaatan ini dapat dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan pengusaha tepung ikan dengan perjanjian pengambilan 1 atau 2 kali sehari sesuai dengan produksi limbah padat.
- Pengelolaan terhadap limbah cair
Limbah cair pada usaha perikanan ini berupa air buangan yang berasal dari toilet dan sanitasi, air cucian ikan berasal dari proses-proses pencucian ikan. Pihak pengelola dalam mengatasi dampak timbulan limbah cair ini perlu menerapkan konsep produksi bersih yaitu mengurangi semiminimal mungkin jumlah limbah cair.
Limbah dari bekas cucian ikan dapat dikelola dengan pembuatan instalasi pengolahan limbah khusus. Air cucian ikan banyak mengandung protein dan minyak ikan yang dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan minyak ikan diantaranya adalah dengan mengirimkannya ke pabrik pakan ternak sebagai pengahrum aroma pakan ternak. Oleh karena itu, untuk memudahkan pengambilannya , maka waste water treatment yang digunakan hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga minyak ikan dapat dipisahkan.
Selain itu pada proses yang bersih sisa air proses ini juga dapat dipakai sebagai bahan petis ataupun sebagai pengkilap pada industri genteng, sedangkan endapannya dibakar. Salah satu hal yang tidak boleh terlupakan adalah karena baunya yang amis, maka pada sekeliling bangunan pengolahan air limbah perlu dipasang pohon-pohon buffer untuk mengurangi penyebaran bau yang ada.
Menurut Suprihatin et all (2011), .Kombinasi Proses Aerasi,Adsorpsi,dan Filtrasi Pada Pengolahan Air Limbah Industri Perikanan :
Air Limbah Perikanan mengandung parameter BOD, COD, TSS, minyak dan lemak. Apabila keseluruhan parameter tersebut dibuang langsung ke badan penerima, maka akan mengakibatkan pencemaran air. Oleh karena itu sebelum dibuang ke badan penerima air, terlebih dahulu harus diolah sehingga dapat memenuhi standart air yang baik. Pengolahan air limbah perikanan ini juga termasuk pengolahan limbah secara biologis.
Pengolahan air limbah secara biologis dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang melibatkan kegiatan mikroorganisme dalam air untuk melakukan transformasi senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam air menjadi bentuk atau senyawa lain. Mikroorganisme mengkonsumsi bahan-bahan organik membuat biomassa sel baru serta zat-zat organik dan memanfaatkan energi yang dihasilkan dari reaksi oksidasi untuk metabolismenya. Adapun tujuan dari pengolahan air buangan secara biologis adalah untuk menyisihkan atau menurunkan konsentrasi senyawa-senyawa organik maupun anorganik dengan memanfaatkan berbagai mikroorganisme, terutama bakteri.
- Proses Penambahan Oksigen (Aerasi)
- Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Fisik Adsorpsi
- Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Fisik Filtrasi
(1). Melakukan aerasi dalam tangki (Proses ini merupakan suatu usaha penambahan konsentrasi oksigen yang terkandung dalam air limbah, agar proses oksidasi biologi oleh mikroba akan dapat berjalan dengan baik )selama 24 jam.
(2). Menyalakan pompa udara.
(3). Mengisi tower filtrasi dengan batu apung dengan ketinggian yang
telah ditentukan.
(4). Membuka dan mengatur valve supaya air dari bak penampung dapat mengalir dengan rate tertentu.
(5). Menyalakan pompa udara.
(6). Mengalirkan air limbah dari tangki aerasi dengan cara menyalakan pompa air.
(7). Membuka kran B dan menampung air limbah.
3. Analisa Cara Pencegahan
Menurut (Latifah, 2004) , Secara keseluruhan, terdapat dua strategi dasar pencegahan pencemaran lingkungan laut yang berasal dari daratan (land-based) maupun dari lautan (sea-based), yaitu :
- Analisis dampak lingkungan
- Kajian bahan kimia berbahaya
Strategi pengelolaan pencemaran dikembangkan dengan 3 aspek pendekatan meliputi :
- Pengelolaan limbah Limbah padat
Limbah cair
Menurut Pollution Prevention Office of the Alaska Department of Environmental Conservation (1993) , Pemasaran produk. Selain target sisa pembuangan industri adalah transformasi limbah ikan menjadi sebuah produk yang dipasarkan. Surimi dan ikan pipih adalah contoh produk yang dibuat dari bagian ikan yang tidak bernilai jual. Kitin dan chitosan, senyawa kimia yang diekstraksi dari kepiting dan cangkang udang, memproduksi polimer kitin mirip sellulosa. Chitosan dapat digunakan untuk penanganan limbah. Manufaktur dari produk makanan hewan, dan variasi aplikasi bada bidang kedokteran.
Penggunaan pada limbah ikan. Limbah ikan berpotensi , hidrolisis limbah dapat digunakan untuk makanan ikan dan babi, bisa juga komponen pupuk. Minyak ikan sukses digunakan sebagai zat additif boiler di pelabuhan belanda pengolahan tumbuhan. Beberapa firma telah menjual karapas untuk makanan pembuka dalam restauran. Sejumlah perusahaan biasanya menjelaskan penggunaan stickwater, air limbah sungai dari produksi makanan ikan.
Kesempatan lain. Meminimalisisr limbah pengoperasian pabrik telah mengidentifikasi peluang mengurangi limbah. Pengurangan lmbah kemasan, bahan bakar, bahan kima pembersih.alat “Juneau incinerator” akan mengeluarkan panas dapat mengkonversi sekitar 1000 ton limbah ikan diproduksi setiap tahunnya menjadi pakan ikan salmon. Namun lokasi terpencil dari fasilitas pengolahan perikanan, waktu penangkapan, biaya transportasi yang tinggi, kurangnya pasar untuk produk-produk limbah dan faktor lainnya sering bertindak sebagai penghalang untuk penerapan teknologi itu. Kemudian mengurangi jumlah penangkapan akan mengurangi limbah ikan yang dihasilkan dari pengolahan ikan. Dinas perikanan an kelautan nasional sudah menghimbau agar limbah padat dari pengolahan hasil ikan agar di daur ulang.
4. Perbandingan Antara Penanganan Kasus Di Indonesia Dan Di Luar Negeri
Kasus pencemaran di Indonesia cenderung terlambat untuk ditangani. Berbeda di luar negeri seperti jepang, amerika, dll selalu tanggap jika di perairan nya tercemar. Memang tidak selalu dan tidak semua penanganan di luarnegeri selalu cepat. Ada juga nelayan seperti di jepang maupun di negara di timur tengah yang membuang hasil tangkapannya yang bukan tujuan untuk ditangkap. Mereka langsung membuang ke laut secara langsung padahal banyak sekali hewan yang tersangkut pada jaring. Ada juga yang langsung membuang ke laut bungkus dari makanan kaleng hasil dari industri perikanan. Semuanya tergantung dengan kebijakan pada negara tersebut. Apabila negara tersebut adalah negara maju, maka makin cepat pula penanganannya.
Referensi
Anonymous. 2009.http://eafrianto.wordpress.com/2009/12/10/penanganan-limbah-hasil-perikanan-secara-biologis/ diakses pada tanggal 1 Desember 2011 pukul 18.00 WIB.
Latifah,Siti.2004.Pengelolaan dan Pengendalian Pencemaran Laut dan Pesisir. USU digital library.Medan.
Mukhtasor.2006.Pencemaran Pesisir dan Laut.Pradnya Paramita.Jakarta
Pollution Prevention Office of the Alaska Department of Environmental Conservation .1993. Polution prevention opportunities in the fish processing industry. Pollution Prevention Research Center. Alaska
Suprihatin et all.2011.Kombinasi Proses Aerasi,Adsorpsi,dan Filtrasi Pada Pengolahan Air Limbah Industri Perikanan. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.1 No. 2.Surabaya
3. Limbah Domestik Di Samudra Pasifik (Internasional)
“Samudera Sampah” Itu Masih Ancam Bumi
Source: Viva news (2011)
'Samudera sampah' telah ditemukan sekitar tahun 1997. Lokasinya berada di tengah-tengah bagian utara Samudera Pasifik. Jumlah sampah yang luar biasa besarnya di dalam kolom air membuat lokasi itu layak dijuluki Samudera Sampah.
Seperti dilansir Washington State University Today, Sabtu 10 April 2010, ilmuwan kembali mencari jalan keluar untuk mengatasi sampah yang tersebar di wilayah yang luasnya dua kali daratan Amerika Serikat itu. Sampah yang berada di area dengan garis tengah ratusan kilometer dengan ketebalan mencapai 10 meter itu menjadi ancaman bagi Bumi. Adalah Kapten Charles Moore, pelaut yang menemukan lokasi itu berbicara di hadapan mahasiswa.
"Diperkirakan ada sekitar 100 juta ton plastik terjebak di dalam pusaran arus laut (North Pacific Gyre)," kata Moore saat memberikan kuliah umum di kampus itu. Setiap kali dirinya berjalan ke atas dek kapal, dia menyempatkan diri melihat garis horizon antara laut dan langit. Pemandangan yang sangat tidak indah didapat.
"Saya melihat botol sabun, penyumbat botol atau sisa-sisa sampah plastik dari rambut palsu," kata dia. "Ironis, saya berada di tengah samudera tapi tidak dapat menghindari plastik yang ada di berbagai titik".
Sejak menemukan lokasi itu, Moore semakin mengerti dan mempelajari lebih jauh tentang daur ulang sampah plastik. Dia pun mengabdikan dirinya kepada media-media ilmiah. Diprediksi, sampah-sampah yang berusia sekitar 50 tahun lalu itu masih ada terjebak di pusaran air. Sampah-sampah ini tidak terdeteksi citra satelit. Sebagian besar berada di kolom air atau hanyut ke pinggir pantai.
Lokasi tepatnya berada di 'zona konvergensi'. Yang berada membujur ratusan kilometer dari ujung ke ujung melintasi Kepulauan Hawaii, sekitar tengah-tengah antara Jepang dan California di Pantai Barat Amerika.
Pengaruhnya pada lingkungan laut
Bidang sampah seukuran Amerika Serikat ditemukan di Samudera Pasifik. Peneliti memperingatkan tentang fenomena yang dapat memiliki konsekuensi serius bagi lingkungan. Sampah ini terdiri atas segala sesuatu dari komoditas rumah secara umum dan kantong plastik, untuk item yang lebih besar seperti bola dan kano. Sampah yang terkandung di daerah ini akibat adanya arus laut.
Kebanyakan plastik adalah polyethylene atau polypropylene, yang lebih ringan berat jenisnya dibanding air laut, sehingga terapung dekat dengan permukaan air. Namun, jenis plastik lain yang lebih berat mungkin juga telah tenggelam ke dasar dan tidak dijumpai.
Serpihan kecil plastik membawa ancaman lebih besar bagi satwa laut, dibanding bongkahan besar yang juga bisa menjerat satwa seperti penyu dan burung laut. Kita tahu bahwa serpihan halus plastik bukan makanan hewan laut, dan apay yang terjadi bagi mereka yang menyantapnya - yang juga kita santap kemudian - jelas diluar kemampuan alami mereka.
Salah satu contoh konkrit tentang dampak yang ditimbulkan karena banyaknya sampah di samudra adalah terganggunya spesies paus sebagaimana laporan yang dikeluarkan oleh National Geographyc kepada publik dalam artikel yang berjudul “Sampah Plastik Ancam Kehidupan Paus”.
Jutaan ton sampah plastik yang dibuang ke laut tiap tahunnya menghadirkan ancaman serius bagi paus. Detail dari kesimpulan itu akan diungkapkan dalam sebuah forum kelautan internasional yang berlangsung pada 11 hingga 14 Juli 2011 di Jersey, Inggris.
Sebagai contoh, pada 2008, dua paus sperma yang terdampar di pesisir California, AS, memiliki 205 kilogram jaring ikan dan serpihan sampah plastik dalam tubuhnya. Seekor di antaranya memiliki perut yang rusak. Seekor lainnya, dalam kondisi kelaparan, memiliki banyak sampah plastik yang menghalangi saluran pencernaannya.
Tujuh paus sperma yang terdampar di selatan Italia pada tahun 2009 juga didapati telah menelan kail, tali, dan obyek-obyek plastik lainnya. Seekor paus lain, yang ditemukan tewas di perairan Perancis pada 2002, bahkan telah menelan hampir satu ton sampah, termasuk kantong plastik dari dua supermarket terkenal di Inggris.
"Paus Cuvier di kawasan utara Atlantik tampaknya yang paling sering didapati menelan dan mati karena kantong plastik," kata Mark Simmonds, anggota Scientific Committee of the International Whaling Commission (IWC) yang menuliskan laporan tersebut.
Sayangnya, peneliti kesulitan untuk memastikan seluruh populasi paus yang terancam oleh masalah ini. "Di banyak kawasan di dunia, bangkai paus yang terdampar tidak dicatat dan diperiksa. Sayangnya, di kawasan tempat paus yang terdampar dicatat, pemeriksaan terhadap benda-benda yang ditelan jarang dilakukan," kata Chris Parsons, biolog kelautan dari George Mason University, Virginia, AS.
Para pakar menyebutkan, sebagian besar paus yang mati akibat menelan sampah atau alat-alat penangkap ikan umumnya tenggelam ke dasar laut. Meski jarang didata, terdapat bukti-bukti bahwa sampah plastik di laut bisa membahayakan paus. Peneliti menyebutkan bahwa bukti-bukti ini perlu segera diselidiki lebih lanjut.
Masih belum diketahui secara pasti sampah laut diperingkat berapa dalam daftar ancaman dibandingkan ancaman lain. Namun, dengan semakin banyaknya sampah di samudra, sampah plastik akan menjadi ancaman yang semakin besar.
Cara Penanganan Limbah Sampah
Plastik adalah salah satu benda yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat sehari – hari. Sampah plastik tergolong dalam sampah non organik yang sangat berbahaya bagi lingkungan karena sulit dan membutuhkan waktu dan proses yang lama yaitu 1.000 tahun untuk dapat diuraikan secara alami di tanah dan 450 tahun untuk terurai di air. Produk kantong plastik sebagai penyumbang terbesar dari sampah plastik berasal dari aktivitas bisnis ritel dalam kehidupan masyarakat sehari – hari di seluruh penjuru dunia. Antisipasi atas meningkatnya sampah plastik telah dilakukan secara internasional dimana telah banyak negara yang sadar dan mulai melakukan program – program untuk melestarikan lingkungan dengan mengurangi penggunaan kantong plastik dalam aktivitas ritel. Keberhasilan dari program tersebut ditentukan oleh adanya tiga peran yaitu peran dari pemerintah selaku regulator, peran dari pebisnis ritel sebagai pelaku pasar, dan peran dari masyarakat selaku konsumen yang menggunakan dan mengelola limbah kantong plastik.
Jika melihat kasus pulau sampah di samudera Pasifik, tingkatan penanganan masih belum secara riil terbukti, karena mengingat luasnya area yang tertutup sampah sehingga menyulitkan proses penanganan atau pengurangan jumlah massa sampah. Tingkat penanganan masih sebatas di wilayah daratan di tiap negara, terutama negara-negara yang maju. Sebagaimana kita ketahui proses daur ulang sampah skala besar membutuhkan dana yang cukup besar.
Pada akhir-akhir ini, muncul sebuah ide yang cukup baru dan kreatif dalam penanganan sampah yang terapung di samudera. Sebuah pulau seukuran Pulau Hawaii yang seluruhnya terbuat dari botol plastik suatu saat nanti akan menjadi destinasi wisata paling panas di muka Bumi. Ini adalah bagian dari visi lingkungan yang luar biasa di masa depan.
Berdasarkan computer-generated imagery (CGI) atau pencitraan yang dihasilkan komputer, tim ilmuwan Belanda berencana mengumpulkan 44 juta kilogram sampah plastik yang kini terapung di Samudera Pasifik dan mengubahnya menjadi pulau daur ulang.
Seperti dimuat laman Daily Telegraph, Kamis 1 Juli 2010, energi terbarukan dari Matahari dan ombak akan dimanfaatkan demi kelangsungan hidup sekitar 500.000 orang penghuninya. Juru bicara dari proyek ambisius ini mengatakan, pembangunan pulau dari botol bekas ini bukan tanpa tujuan. “Ada tiga tujuan yang ingin kami raih — membersihkan lautan dari sampah plastik raksasa, menciptakan sebuah pulau, dan mengkonstruksi sebuah habitat yang terbarukan.” “Pulau daur ulang adalah usaha untuk mendaur ulang sampah plastik di lokasi pembuangan dan mengubahnya menjadi sebuah entitas yang mengambang.”
Sampah yang mengapung itu akan dihimpun dan dijadikan dasar bagi pulau apung seluas 10.000 kilometer persegi. Desainer pulau sampah itu berencana membuat pulau yang dikelilingi jalan air — seperti Venesia, Italia. Selain ada kompleks kota modern, juga dirancang lahan cukup luas untuk pertanian — menyediakan makanan dan pekerjaan untuk penduduknya.
Bagaimana dengan Indonesia?
Riset yang dilakukan oleh PT Lion Superindo (2008) menyatakan bahwa dalam periode satu tahun jika dijumlah maka pengunaan kantong plastik masyarakat di dunia adalah sebesar 500 juta sampai dengan 1 miliar kantong. Jika sampah-sampah ini dibentangkan maka, dapat membungkus permukaan bumi setidaknya hingga 10 kali lipat. Sungguh suatu fakta yang sangat mencengangkan yang mungkin belum pernah terpikirkan oleh manusia sebelumnya.
Menurut survey yang dilakukan oleh Komisi Lingkungan Hidup pada 10 kota besar di Indonesia, sebelum tahun 2000 terdapat komposisi sampah organik dan sampah non organik adalah 30% berbanding 70%, maka di tahun 2008 ini komposisi sampah non organik termasuk sampah plastik sudah meningkat menjadi 35%. Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan dan perlu segera diambil tindakan antisipasi dalam bentuk aturan perundangan dan program kegiatan oleh Pemerintah baik di tingkat pusat dan daearah dan tentunya juga perlu adanya dukungan dari masyarakat untuk mensukseskan perundangan dan program pemerintah tersebut.
Pemerintah Pusat Indonesia melalui Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) yang menjalankan fungsi regulasi sudah menerapkan Undang – Undang No. 18 / 2008 tentang pengelolaan sampah. Diharapkan pelaksanaan dari undang – undang tersebut efektif dapat dilaksanakan pada tahun 2009.
Sebenarnya upaya untuk menekan volume sampah dan pengelolaan sampah dengan baik sudah dikomunikasikan oleh Pemerintah sejak tahun 1970-an dengan mengkampanyekan Program 3-R, yaitu Reduce (membatasi/mengurangi), Reuse (memakai ulang), dan Recycle (mendaur ulang). Tetapi sangat disayangkan bahwa selama ini hanya wacana dan teori tapi aksinya tidak ada.
4. Pencemaran Laut Akibat Oil Spil Di Amerika Serikat
Tumpahan Minyak Di Teluk Meksiko
Source: Dari Berbagai Sumber
Kronologi dan Penyebab Tumpahnya Minyak
Lapisan licin minyak yang terbentuk akibat bocornya minyak di bawah laut luasnya menjadi tiga kali lipat dalam beberapa hari belakangan, menurut para pejabat yang bersiap-siap atas kemungkinan bencana lingkungan hidup di sepanjang Pantai Teluk Amerika. Pasukan Penjaga Pantai Amerika hari Sabtu mengatakan ketinggian gelombang pasang air laut di Teluk Meksiko telah mempersulit upaya membatasi penyebaran minyak, dan angin kuat meniup lapisan minyak ke arah pantai.
Pada tanggal 20 April anjungan minyak lepas pantai meledak, menewaskan 11 pekerja dan memicu kebocoran dari kepala sumur di dasar laut, diperkirakan 800.000 liter minyak mentah bocor per harinya. Sementara itu, hingga kini, perusahaan minyak raksasa BP masih bergelut membendung tumpahan itu. Gambar-gambar satelit yang baru dari University of Miami pada hari Rabu, menunjukkan tumpahan minyak Teluk Meksiko, sekarang berukuran hampir sebesar negara bagian Maryland, yang luasnya sudah lebih dari 24.000 kilometer persegi. Perkiraan terbaru menunjukkan minyak kini semakin mendekati pantai Florida, dengan posisi tumpahan hanya 11 kilometer saja dari garis pantai.
Gambar Ledakan stasiun pengeboran minyak lepas pantai di Teluk Meksiko
Dampak yang ditimbulkan akibat adanya kejadian ini
Ledakan di pengeboran minyak lepas pantai Deepwater Horizon terjadi pada hari Selasa malam waktu setempat berdampak fatal. Lalu pada hari Kamis malam waktu setempat, Deepwater Horizon tenggelam dengan 2,6 juta liter solar tersimpan di dalamnya yang sangat berpotensi mencemari Teluk Meksiko. Terbukti sekarang Tumpahan minyak yang terjadi di teluk Mexico tersebut sudah semakin parah dan semakin membahayakan jiwa manusia. Hal ini kelihatan dari banyaknya hewan-hewan laut yang mati dimana membuktikan bahwa air di lautan tersebut sudah sangat tercemar dan tentu saja air tercemar ini akan membahayakan jiwa manusia. Hewan-hewan langka yang hidup di pantai-pantai sekitar Teluk Meksiko dikhawatirkan akan punah.
Selain berdampak pada lingkungan, kebocoran minyak di Teluk Meksiko juga menimbulkan kerugian bisnis di Amerika. Biaya membersihkan tumpahan minyak Teluk Meksiko menyebabkan raksasa perminyakan, BP, merugi sebesar US$4,9 miliar (sekitar Rp44.1 triliun). Kerugian besar itu dibukukan untuk tahun 2010 setelah perusahaan tersebut memperhitungkan seluruh biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan kebocoran minyak di Teluk Meksiko. Ini merupakan kerugian pertama BP sejak tahun 1992. Adapun Tahun 2009, BP meraup keuntungan US$13,9 miliar.
Solusi dan Penanganan
BP telah berjuang keras untuk membendung kebocoran selama lebih sebulan. BP yang telah memasang alat penyumbat untuk menutup sumur minyak bocor selama enam minggu belum berhasil menghentikan tumpahan minyak. Eksekutif tertinggi perusahaan raksasa British Petroleum atau BP mengatakan perusahaan itu akan mengetahui dalam 12 sampai 24 jam apakah upaya terbaru untuk menghentikan kebocoran sumur minyak di Teluk Meksiko berhasil.
BP telah menyediakan metoda 'top kill' untuk mengatasi kebocoran minyak dengan memompa lumpur dan semen ke dalam sumur yang bocor untuk menghentikan aliran minyak dan gas. Perusahaan minyak BP bersiap-siap menjalankan operasi untuk menutup sepenuhnya sumur bawah laut yang bocor dan menyemburkan minyak mentah ke Teluk Meksiko. Perusahaan itu Selasa ini menyatakan perangkat tersebut sudah berada di tempat untuk metode yang disebut "top kill", yaitu memompa lumpur dan semen ke dalam sumur yang meledak itu untuk menghentikan aliran minyak dan gas. Menurut BP, operasi yang diduga akan dimulai hari Rabu, memiliki kemungkinan sukses antara 60 sampai 70 persen.
Pencegahan
Perawatan dan pengecekan alat secara berkala serta pelaksanaan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang tepat dapat menjadi salah satu tindakan pencegahan agar meledaknya anjungan minyak lepas pantai di teluk Meksiko tidak terulang dan berakibat fatal bagi lingkungan sekitar.
Referensi
http://www.bbc.co.uk/indonesia/
http://www.ngobrolaja.com/
http://www.voanews.com/
5. Pencemaran Laut Akibat Aktivitas Pengerukan Di Pantai (Intenasional)
Illegal Sea Sand Dredging Leaves Behind Environmental Mess, China
Source: Dari Berbagai Sumber
Gambar Pantai Qingdao, Provinsi Shandong, China oleh,Global China Times
Seperti yang dikutip di Global China Times, kota Qingdao terkenal provinsi Shandong terkenal dengan pantai berpasir yang indah serta arsitektur alam yang bagus. Akan tetapi belakangan ini sering terjadi kegiatan yang bersifat merusak lingkungan sekitar. Kegiatan tersebut ialah pengerukan pasir laut yang dilakukan secara illegal. Kegiatan ini ditujukan untuk proses kontruksi bangunan, reklamasi pantai dan kegiatan proyek lainnya. Faktor ekonomi juga yang membuat kegiatan ini masih merajalela di daerah pinggiran pantai. Apalagi sejumlah perusahaan besar yang bermain di belakang untuk megaproyek benton misalnya. Menurut salah satu sumber ada sekitar 50 kapal lebih yang beroperasi tiap harinya dan menurut Prof. Liu Huirong dari Ocean University of China pekerjaan ini menghasilan kurang lebih 1 juta yuan untuk operasi satu malam saja dan kapal kapal tersebut sulit untuk ditangkap karena bekerja pada malam hari.
Upaya preventif telah dilakukan lewat jalur hukum akan tetapi proses perlawanan terhadap hukum yang dilakukan oleh perusahaan perusahaan besar cukup kuat. Hal ini membuat sistem penegakan hukum sulit dicapai karena mafia berkaliaran di balik hukum yang ditegakkan. Menurut China Youth Daily, telah menemukan beberapa kasus dimana sebuah kapal yang telah dalam sanksi tetap melaksanakan operasi pengerukan material pasir laut. Sejak pertengahan Mei, pemerintah daerah di Shandong, Guangdong, Hebei, dan provinsi Liaoning telah bekerja sama untuk melawan pengerukan ilegal yang sering terjadi di tempat terbuka. Namun, tindakan tersebut telah terbukti tidak efektif. Yuan Xiaojun, wakil direktur di Lembaga Qingdao Geologi Kelautan di bawah Biro Survei Geologi Cina, mengatakan kepada Global Times bahwa eksploitasi tersebut telah membawa bencana ke lingkungan laut, dan kerugian yang signifikan dari pendapatan pajak ke negara itu.
"Pasir laut adalah sumber daya yang tidak terbarukan dan eksploitasi berlebihan pasti akan menyebabkan runtuhnya dasar laut dan sumber daya secara signifikan merusak ekologi laut," kata Liu Wukai, wakil direktur Biro Kelautan dan Perikanan Provinsi Guangdong.
Dampak yang dihasilkan dengan adanya aktifitas pengerukan pasir pantai provinsi Shandong
- Mundurnya garis pantai sejauh 100 meter dari sebelumnya, menurut laporan China Youth Daily
- Menurut Ni Jianmin, seorang pejabat di kabupaten Huangdao, mengatakan lingkungan laut telah memburuk dalam beberapa tahun terakhir sehingga mempengaruhi habitat untuk ikan dan kepiting
- Pajak penghasilan negara menurun karena kegiatan ini bersifat illegal dan dilakukan secara rahasia
- Runtuhnya dasar ekologis lingkungan laut seperti yang disampaikan oleh Liu Wukai, wakil direktur Biro Kelautan dan Perikanan Provinsi Guangdong
Upaya untuk pencegahannya ialah
- Penegakan kembali sistem birokrasi yang berdaulat sehingga meminimalisir adanya campur tangan mafia pajak dalam pendapatan negara
- Pengawasan tersistem dengan baik dan dilakukan oleh depatemen yang bersangkutan
- Penyusunan peraturan yang tidak berat sebelah artinya dari sisi pengelola sumberdaya tidak dirugikan dan lingkungan juga tidak terkena dampak yang berbahaya atau yang bersifat mengancam
- Melakukan riset ilmiah maupun sosial mengenai dampak serta perkembangan kerusakan lingkungan pantai, sehingga dapat diambil langkah kedepannya secara tepat
- Pencabutan izin kapal untuk beroperasi jika diketahui melakukan aktifitas secara ilegal atau memperketat sangksi terhadap pelaku
- Pengawasan selama 24 jam terhadap wilayah pantai yang berpotensi pasir
- Sangksi kepada pelaku berupa tanggung jawab untuk pembangunan kembali struktur dasar laut, supaya tidak ada pengikisan dari air laut
Referensi
http://coastalcare.org/2010/12/illegal-sea-sand-dredging-leaves-behind-environmental-mess-china/
Kejadian Pencemaran Laut Di Indonesia
1. Pencemaran Laut oleh Limbah Kapal di Indonesia
TNI AL Menangkap Kapal Tanker Pembuang Limbah Kapal di Pulau Sambu Batam
Source: Majalah Tempo (2011)
- Kronologi kejadian :
Sumber pencemaran di laut tidak hanya bersumber dari daratan saja bahkan kegiatan manusia di laut juga dapat menyebabkan pencemaran di laut. Adanya aktivitas kapal yang sering hilir mudik berlayar dari satu tempat ke tempat lain juga dapat menimbulkan masalh pencemaran di laut. Limbah kapal seperti ballast water, cat antifoulling yang terdapat pada kapal apabila dibuang dilautan secara sembarangan akan menimbulkan banyak permasalahan pencemaran di laut, seperti contoh kasus sebagai berikut .
Dua kapal tanker bermuatan limbah berbahaya dan beracun (B3) ditangkap TNI-AL di perairan Pulau Sambu, Belakang Padang, Batam. Kapal tanker MT. Halai dan TB. Bright Star ditengarai membuang limbah B3 berupa crude oil hasil cuci tanker lainnya di Singapura. Penangkapan kapal itu terjadi hari Kamis, 24 Juli 2008. Waktu itu patroli TNI AL curiga dengan adanya kapal asing tak bergerak di perairan Indonesia. TB. Bright Star berbendera Funafuti dicurigai tim patroli keamanan laut. Petugas keamanan laut kemudian memeriksa kapal itu. Ternyata tug boat itu berlayar tidak dilengkapi dokumen.
Pemeriksaan kemudian dilanjutkan pada kapal tanker MT. Halai. Di tanker ini didapati limbah B3 berupa crude oil. Kemudian diketahui ternyata limbah tersebut rencananya akan dibuang di perairan Indonesia. Limbah 2.000 liter itu tertumpuk di dek kapal dan siap buang. Kegiatan membuang limbah ini telah berlangsung selama dua tahun. Sebelum dibuang, crude oil ini diolah terlebih dahulu di Singapura dan dijual ke kapal yang lego jangkar di perairan negara itu dengan harga bahan bakar lebih murah.
- Penyebab :
Pembuangan limbah kapal berupa crude oil jenis limbah B3 dari pencucian kapal tanker di Singapura di perairan Pulau Sambu, Batam yang diindikasi sudah lama berjalan sehingga menyebabkan kondisi ekosistem perairan pulau sambu sudah tercemar karena limbah crude oil tersebut susah sekali terdegradasi di lautan sehingga banyak limbah crude oil tersebut tenggelam di dasar laut pulau sambu sehingga menutupi ekosistem terumbu karang yang ada di dalamnya sehingga menimbulkan banyak terumbu karang yang mati, dan ikan sudah tidak tahun juga menurun penyebabnya tidak hanya penangkapan ikan yang over fishing tetapi faktor pencemaran lingkungan laut seperti pembuangan limbah pencucian kapal-kapal di singapura. Meskipun telah dikonfirmasi limbah crude oil tersebut diolah terlebih dahulu di singapura sebelum di buang di perairan Pulau Sambu, Batam tetapi pada kenyataannya kondisi ekosistem di pulau sambu sudah tidak sehat lagi karena terdapat limbah-limbah yang menutupi ekosistem terumbu karang.
- Penanganan ( Treatment ) :
Menurut Mukhtasor (2007), Penanganan limbah kapal yang berupa minyak bisa dilakukan dengan menggunakan peralatan – peralatan pengolah limbah yang ada di kapal , misal mesin pemisah antara minyak dengan air dengan memanfaatkan gaya gravitasi (pits). Air limbah pada kapal yang telah ditampung disuatu tangki dalam jangka waktu tertentu pada lapisan minyak bisa terpisah dari lapisan air, hal ini disebbakan karena adanya gaya gravitasi (pits) ini yang memisahkan antara lapisan minyak dan lapisan air.
Alat yang lainnya berupa piringan-piringan yang disusun secara paralel (plate coalescers), yang dapat mencegah tumpahan minyak tidak menyebar terlalu jauh. Lapisan minyak dan air ini akan tersedot ke dasar piringan sehingga lapisan minyak akan terangkat ke atas dan kemudian diambil oleh scrapper.
Apabila limbah kapal tersebut sudah berada di laut dan mencemari lautan, penanganan yang tepat antara lain menggunakan metode fisika ( penggunaan boom ), metode kimia ( dispersan ), metode biologi ( bioremidiasi ) dan dengan pembakaran :
• Boom
Boom bentuknya mengapung dan berfungsi untuk menghalangi penyebaran tumpahan limbahan minyak lebih luas lagi. Prinsip kerjanya adalah menahan gerakan minyak dari arus air laut dengan solid screen. Tujuannya adalah menghentikan aliran minyak sehingga minyak terkumpul di dalam boom dan memiliki ketebalan yang besar sehingga memudahkan untuk dipindahkan dari air laut
• Dispersan
Dispersan adalah sejenis bahan kimia yang dapat memecahkan lapisan minyak menjadi butiran-butiran kecil yang kemudian dapat menyebar keseluruh badan air dan kemudian akan menguap ke udara. Dispersan ini hnya boleh dilakukan di perairan yang jauh dari pantai, karena bahan kimia ini bersifat toxic , apabila bahan kimia ini menyebar ke ekosistem pesisir yang dimana banyak terdapat mangrove, terumbu karang, dan padang lamun akan mudah merusak ketiga ekosistem ini. Maka metode dispersan lebih cocok digunakan pada laut lepas. Agar tidak mengganggu ekosistem penting yang ada di pesisir yang dimana menjadi tempat bertelur, berlindung dan mencari makan.
• Bioremidiasi
Metode bioremediasi ini digunakan dengan memamnfaatkan mikroorganisme yang ada disekitar kita yang dapat mendegradasi minyak. Pada bioremediasi terdapat dua pendekatan antara lain : Bioaugmentasi , dimana mikroorganisme pengurai ditambahkan atau dapat pula dilakukan pembenihan, untuk melengkapi populasi mikroorganisme pengurai yang telah ada. Tahap kedua , Biostimulasi dimana peryumbuhan pengurai karbon dirangsang dengan cara menambahkan nutrien, berupa inorganik fertilizer maupun fosfat atau nitrat yang akan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme yang dapat mendegradasi minyak atau mengubah habitat mikroorganisme pengurai.
• Pembakaran
Cara yang paling mudah dalam menangani limbah minyak yaitu dengan membakar minyak tersebut asalkan lokasi yang tercemar berada di laut lepas dan kondisi angin yang mendukung pula, karena menghasilkan asap hitam yang tidak baik untuk kesehatan dan api sulit dikendalikan. Maka dalam pembakaran limbah minyak hal yang perlu diperhatikan yaitu pembakaran dilakukan pada penggunaan 2-3 ft atau kurang dari kedalaman tersebut.
- Cara pencegahan :
Metode pencegahan pencemaran dari operasional kapal meliputi pengolahan limbah cair yang mengandung limbah minyak dengan menggunakan sepparator atau mesin pemisah minyak dengan air lainnya. Sistem pengolahan limbah di kapal biasa disebut dengan sistem sanitari, dimana sistem yang menyuplai air, baik air laut maupun air tawar ke sanitary ware di dek akomodasi yang mempunyai jalur sendiri baik itu di sea chest maupun tangki air tawar. Sistem sanitari di kapal dilengkapi dengan saluran perpipaan untuk limbah dan pipa udara. Pipa udara dipasang pada semua tangki yang bertujuan untuk mengeluarkan udara pada waktu tangki sedang diisi. Hal ini untuk menjamin tangki dapat diisi dengan sempurna dan menghindari adanya kenaikan tekanan. Dengan cara pengendalian limbah kapal mencemari lautan maka diperlukan peralatan khusus yang ebrada di dalam kapal agar ketika dibuang kelautan tidak mencemari lautan karena sudah diolah terlebih dahulu.
- Perbandingan Penanganan Kasus Pencemaran Limbah Kapal di Indonesia dengan di Luar Negeri :
Penanganan kasus pencemaran limbah kapal di indonesia dengan di luar negeri sangat berbeda. Karena hampir jarang ditemukan kasus pencemaran lautan oleh limbah kapal di luar negeri karena kapal-kapal asing sudah banyak dilengkapi oleh teknologi canggih dalam pengelolaan limbah kapal sehingga pada saat membuang limbahnya tidak mencemari kapal. Sedangkan kapal indonesia teknologinya sangat kurang maju sehingga limbah kapal ketika dibuang di lautan dapat mencemari lautan. Tetapi pada saat proses penanganan limbah kapal yang telah mencemari lautan indonesia sudah tidak kalah dengan negara-negara lain yang sudah mengembakan bioremediasi sebagai metode yang paling praktis , murah dan cepat dalam mengatasi kasus pencemaran limbah kapal di lautan.
2. Pencemaran Akibat Limbah Industri Perikanan Di Indonesia
Limbah Perikanan Di Muncar, Banyuwangi
Source: Dari Berbagai Sumber
Pendahuluan
Upaya pengendalian pencemaran di Indonesia sampai saat ini masih mengalami banyak kendala. Sebagian dari penghasil bahan pencemar masih belum melakukan pengolahan terhadap limbahnya karena adanya berbagai kendala antara lain kurangnya kesadaran bahwa pengelolaan limbah merupakan investasi jangka panjang yang harus dilakukan, kurangnya informasi teknologi IPAL yang fekif dan efisien serta kurangnya sumber daya manusia yang mengukk asai teknologi IPAL.
Salah satu industri-industri yang berkembang secara alami adalah industri pengolahan ikan di Kecamatan Muncar – Kabupaten Banyuwangi. Industri ini berkembang sejak jaman penjajahan Belanda. Pada awalnya industri ini merupakan industri kecil, tetapi saat ini sebagian dari industri ini saat ini telah berkembang menjadi industri besar yang berorientasi ekspor.
Karena sebagian besar industri yang ada di Muncar ini tumbuh secara alami, dengan modal usaha kecil, dan banyak dilakukan oleh masyarakat dengan tingkat pengetahuan tentang lingkungan yang masih kurang, makan adanya industri ini telah banyak menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Persoalan di Muncar semakin komplek, akibat tingkat pemahaman tentang lingkungan dan sistem manajemen limbah oleh masyarakat maupun tingkatan ketaatan terhadap hokum lingkungan yang masih kurang serta lemahnya penegakkan hokum yang berlaku.
Hasil dan Pembahasan
Dengan melihat potensi produksi maka potensi kegiatan industri pengolahan ikan ini merupakan suatu usaha yang sangat besar dan membutuhkan suatu perhatian khusus untuk melakukan pengelolaan agar dapat berjalan dengan baik dan meminimalisasi dampak negative yang mungkin dapat timbul.
Potensi Sumber Pencemar/ Sumber Limbah
Kegiatan industri pengolahan ikan di Muncar krang memperhatikan factor factor pelestarian lingkungan secara maksimal. Banyak aktivitas kegiatan yang menghasilkan limbah dan belum ada upaya penanggulangannya sehingga menjadikan beban lingkungan untuk menetralisasi semakin berat. Dari hasil survai diketahui kegiatan industri pengolahan ikan di Muncar mulai muncu sejak kegiatan pendaratan ikan, transportasi ikan, pencucian bahan baku, proses produksi, sampai sarana pengolahan limbah yang kurang berfungsi.
Potensi Jumlah Limbah yang dihasilkan
Berdasarkan sumbernya, air limbah yang dihasilkan dikawasan industri pengolahan ikan ini dikelompokkan atas 2 jenis yaitu :
• Air limbah domestic, yaitu limbah yang berasal dari kamar mandi, toilt, kantin, wastafel dan tempat wudhu. Sesuai dengan aktivitasnya, maka sumber air limbah domestic ini dihasilkan oleh semua industri yang ada.
• Air limbah produksi, berasal aktifitas produksi seperti pencucian komponen-komponen peralatan dan lantai ruang produksi. Sesuai dengan jenis kegiatannya/ industrinya dan aktivitas yang ada setiap perusahaan, maka air limbah ini dapat dikelompokkan dengan karakteristik yang berlainan, yaitu air limbah industri tepung ikan, air limbah industri minyak ikan, air limbah industri cold storage, dan air limbah industri pengalengan ikan
Pengelolaan Limbah Industri di Muncar
Pengelolaan limbah industri di Muncar belum dilakukan secara maksimal. Black water limbah domestik dikelola dalam septic tank,grey water dibuang langsung ke saluran umum, sedangkan sebagian limbah dari proses produksi hanya dilakukan pengendapan sederhana dan sebagian lagi belum dikelola sama sekali (langsung dibuang ke saluran umum). Beberapa perusahaan pernah mencoba membangun instalasi pengolahan limbah, namun tidak ada yang dapat berfungsi dengan baik sehingga unit pengolahan ini tidak difungsikan lagi.
Dampak dari Pembuangan Limbah
Dampak dari kegiatan industri di Muncar yang paling besar terlihat di lingkungan perairan. Sampai saat ini telah terjadi beberapa dampak akubat pencemaran air ini antara lain :
• Dampak terhadap kualitas air permukaan dan air tanah
• Dampak terhadap kehidupan biota air
• Dampak terhadap kesehatan
• Dampak terhadap estetika lingkungan
• Dampak terhadap udara (kebauan ) dll.
Dampak terhadap estetika lingkungan
Semakin banyaknya jumlah limbah yang masuk ke lingkungan tanpa pengolahan menyebabkan semakin beratnya beban lingkungan untuk menampung dan melakukan degradasi (self purification) terhadap limbah tersebut. Jka kemampuan lingkungan penerima limbah sudah terlampaui, maka akan mengakibatkan pencemaran dan terjadi akumulasi materi di lingkungan bersangkutan. Penumpukan materi yang tak terkendali akan menimbulkan berbagai dampak seperti bau menyengat, pemandangan yang kotor dan menimbulkan masalah estetika lain yang tidak diharapkan.
Dampak terhadap Kualitas Air Permukaan
Dari hasil survey dan analisa kualitas air sungai dan air laut di pantai wilayah muncar telah menunjukkan bukti bahwa kualitasnya telah dibawah standar kualitas air permukaan. Hal ini menunjukkan bahwa telah ada pembuangan imbah yangjumlahnya di atas daya tamping lingkungan penerima, sehingga mengaibatkan menurunnya kualitas air yang ada
Dampak Terhadap Kehidupan Biota Air
Dengan banyaknya zat pencemar yang ada di dalam air limbah, maka akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut di dalam air limbah tersebut. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan yang ada di dalam perairan yang membutuhkan oksigen akan terganggu, dan mengurangi perkembangannya. Selain disebabkan karena kurangnya oksigen, kematian kehidupan di dalam air dapat juga disebabkan oleh adanya zat beracun. Selain kematian ikan ikan, dampak lainnya adalah kerusakan tanaman/tumbuhan air. Dari pengamatan selama survai di sepanjangaliran kalimati saat ini sudah jarang sekali ditemukan adanya ikan atau biota lainnya di kali tersebut. Hal ini juga dikuatkan oleh informasi dari masyarakat di sekitar sungai.
Dampak Terhadap Kesehatan
Pengaruh langsung terhadap kesehatan, banyak disebabkan oleh kualitas air bersih yang dimanfaatkan untuk memnuhi ebutuhan sehari-hari, mengingat sifat air yang mudah sekali terkontaminasi oleh berbagai mikroorganisme dan mudah sekali melarutkan berbagai materi.
Penanganan Pencemaran Perairan
Untuk menjaga kualitas lingkungan agar tidak terjadi pencemaran akibat pembuangan limbah cair dari kegiatan pengolahan ikan dan untuk memberikan dasar hukum pelaksanaan tugas bagi para Pembina dan pengawas lingkungan, maka pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang baku mutu air limbah dari kegiatan ini. Sehingga ada aturan yang tegas untuk pihak pihak yang melanggar peraturan tersebut.
3. Pencemaran Laut Akibat Pengerukan Di Indonesia
Pro Kontra Pendalaman Alur Pelayaran dan Kran Ekspor Pasir Laut
Source: Dari berbagai Sumber
Kronologi Kejadian :
Secara umum, kegiatan atau aktivitas di daratan (land-based pollution) yang berpotensi mencemari lingkungan pesisir dan laut antara lain : penebangan hutan (deforestation), buangan limbah industri (disposal of industrial wastes), buangan limbah pertanian (disposal of agricultural wastes), buangan limbah cair domestik (sewage disposal), buangan limbah padat (solid wastes disposal), konversi lahan mangrove dan lamun (mangrove and swamp conversion), dan reklamasi di kawasan pesisir (reclamation). Sedangkan kegiatan atau aktivitas di laut (sea-based pollution) yang berpotensi mencemari lingkungan pesisir dan laut antara lain : perkapalan (shipping), dumping di laut (ocean dumping), pertambangan (mining), eksplorasi dan eksploitasi minyak (oil exploration and exploitation), budidaya laut (mariculture), dan perikanan (fishing). Dan juga ada pencemaran akibat pengerukan material laut dan ini terjadi di Indonesia tepatnya di Kabupaten Karimun.
Peristiwa Pro Kontra Pendalaman Alur Pelayaran dan Kran Ekspor Pasir Laut terjadi di Provinsi Jawa Tengah, di Kabupaten Karimun merupakan . Ditengah pro dan kontra, pendalaman alur yang telah dirancang terus diupayakan Pemerintah Kabupaten Karimun yang mendapat dukungan dan rekomendasi oleh DPRD terus digesa ke pusat untuk segera direalisasikan. Mesti sedikit terganjal dengan Kepmen Perindag No.117/MPP/KEP/2/2003 Tanggal 23 Februari 2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut, desakan untuk mempercepat realisasi pendalaman alur pelayaran di Bumi Berazam itu dan juga membuka kembali kran esport pasir laut dari hasil kegiatan alur pelayaran terus digesa oleh Bupati bersama jajarannya. Ini merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendalaman Alur Pelayaran ini nantinya diharapkan dapat memberikan income yang cukup besar terhadap Karimun, yaitu banyak kapal-kapal yang akan singgah di pelabuhan-pelabuhan di Karimun Jawa.
Penyebab :
Seperti yang telah dijelaskan diatas penyebab terjadinya pengerukan material laut khususnya di daerah Karimun sebenarnya bertujuan untuk Pendalaman Alur Pelayaran yang ada di Karimun. Hal ini nantinya diharapkan dapat memberikan income terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Karena apabila tidak dilakukan suatu pengerukan terhadap alur pelayaran ini, nantinya kapal-kapal besar tidak dapat melalui perairan ini dikarenakan adanya pendangkalan. Pendangkalan tersebut dapat diakibatkan oleh erosi pantai maupun hasil run off yang terbawa oleh air hujan, melalui sungai, mengendap di muara sungai(daerah estuari) ataupun jauh dari muara. Keberadaan sedimen ini lah yang sering mengganggu jalur pelayaran bagi kapal karena tertutupnya muara sungai dan pendangkalan pelabuhan.
Dampak :
Meskipun ini merupakan suatu Mega proyek yang cukup mendatangkan income yang besar. Tetapi masih ada beberapa aspek yang perlu dikaji yaitu dampak atau pengaruhnya terhadap masyarakat sekitar dan juga pada keutuhan NKRI. Tetapi menurut Bupati Karimun Nurdin Basirun mengatakan bahwa pendalaman alur pelayaran tidak akan mengancam batas Negara dan menenggelamkan pulau-pulau kecil karena pengerukan akan dilakukan pada alur pelayaran yang dangkal sehingga nantinya diharapkan mencapai kedalaman 30 meter yang bertujuan agar dapat dilalui oleh kapal-kapal besar. Dari data yang ada, distribusi persentase kegiatan ekonomi di wilayah seluas 2.873 kilometer persegi (daratan) dan lautan 6.460 kilometer persegi itu, sektor pertambangan dan penggalian menempati posisi tertinggi dalam menggerakkan ekonomi di Karimun. Kemudian disusul perdagangan, hotel dan restoran 23,6 persen, pertanian 17,5 persen, pengangkutan dan komunikasi 6,1 persen, bangunan 5 persen, jasa 4,8 persen, industri pengolahan 4,6 persen, keuangan 2,1 persen dan listrik, gas serta air bersih 0,7 persen. Salah satu primadona dari hasil tambang, selain granit, timah, oker, dan kaolin, adalah pasir laut. Pada 2001, kontribusi yang diberikan dari hasil tambang galian ini Rp 490,8 miliar atau 35,5 persen dari seluruh kegiatan ekonomi Karimun. Tetapi hal ini mendapatkan suatu sorotan bahwa telah terjadi kerusakan akibat pengerukan pasir di Karimun Contohnya Pantai Pelawan yang terletak di Utara Pulau Karimun Besar, dulu sangat landai. Dari bibir pantai hingga ke laut diperkirakan mencapai 100 meter, sekarang hanya tinggal separuhnya. "Belum lagi kerusakan terumbu karang. Kerugiannya sangat besar jika dibandingkan dengan manfaatnya. Aktivitas tersebut menimbulkan pencemaran yang dapat merusak. Sumber pencemaran yang sangat besar berasal dari pengerukan sedimen yang terus menerus dan pembuangan material hasil pengerukan. Material hasil kerukan biasanya dibuang beberapa kilometer dari pantai sehingga menimbulkan efek pencemaran bagi kehidupan perairan sekitar. Selain itu, juga dapat menimbulkan turbiditas yang mengancam bentik. Hal ini berpengaruh bagi kehidupan perairan karena kebanyakan bahan kerukan diambil dari daerah pelabuhan yang biasanya telah tercemar.
Penanganan :
Cara penanggulangan mengenai proyek pendalaman alur pelayaran dan pengerukan pasir laut yang dimanfaatkan untuk di ekspor yaitu perlu adanya ketegasan dari pemerintah untuk memperhatikan dampak buruknya yang akan merusak ekosistem laut apabila tidak mendapatkan perhatian khusus. Tetapi seharusnya pemerintah kabupaten Karimun telah memperhatikan Undang-Undang yang mengatur mengenai alur pelayaran. Dalam Pasal 6 ayat 1 disebutkan pendalaman alur pelayaran meliputi; a. Pendalaman alur pelayaran di perairan Kabupaten Karimun; b. Hasil pendalaman alur pelayaran berupa pasir laut akan digunakan untuk reklamasi dan sisanya akan dikelola oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Belum lagi pada Pasal 7 ayat 1 hingga 5. Disebutkan dalam ayat (1), Jangka waktu pengelolaan dapat diberikan selama 30 (tiga puluh) tahun; (2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas dapat di perpanjang paling lama 20 (dua puluh) tahun; (3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) di atas diberikan berdasarkan hak guna bangunan yang diperoleh pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (4) Pemberian perpanjangan sebagaimana di maksud pada ayat (2) di atas dapat diberikan setelah terlebih dahulu dilakukan evaluasi oleh tim yang dibentuk pemerintah daerah; (5) Jangka waktu untuk pendalaman dan pemeliharaan alur pelayaran ditetapkan sesuai dengan kebutuhan keselamatan pelayaran. Dengan sudah adanya undang-undang yang mengatur seharusnya pemerintah kabupaten Karimun mengerti dan tidak membiarkan pengerukan pantai terjadi begitu saja tanpa memikirkan suatu dampaknya dan juga seharusnya Pemerintah Karimun memperhatikan 3 hal untuk mengatasi pembuangan material dengan beberapa pertimbangan yaitu : (1) Lokasi penempatan material, (2) volume isi material, dan (3) jenis material pengerukan yang berpengaruh besar terhadap lingkungan. Jadi apabila pembuangan material pengerukan hanya dilakukan beberapa kilometer dari pantai akan memberikan dampak yang cukup luas.
Cara Pencegahan :
Hal yang perlu diperhatikan untuk pencegahan terjadinya suatu pencemaran akibat pengerukan material laut yaitu : pembuangan limbah dari hasil pengerukan tidak terlalu dekat dengan pantai dan ekosistem pantai. Di lokasi pembuangan telah dipasang sebuah pagar pengaman untuk mencegah penyebaran kekeruhan/turbiditas (turbidity barrier). Pada waktu pelaksanaan pembuangan, kapal pengangkut material(hopper dredge) dilengkapi jaringan pipa pembuangan material(dredge pipeline) untuk menyalurkan material ke areal pembuangan yang telah dipasang turbidity barrier dengan bantuan pompa kapasitas besar. Dengan demikian, material dapat diatur penempatannya menjadi suatu endapan pada satu lokasi, sehingga tidak menyebar lebih jauh. Apabila ternyata hasil buangan material kerukan banyak mengandung racun dapat dilakukan dengan cara mempersempit dan membatasi areal buangan material pada suatu lokasi. Dan juga membuat pulau buatan yang tidak terlalu jauh dari daratan juga dapat membantu.
Perbandingan penanganan kasus pencemaran pengerukan material di Indonesia dengan Luar Negeri
Pada dasarnya pencegahan terhadap pencemaran pengerukan sudah banyak dilakukan dan juga telah dibuat undang-undang yang mengatur tentang pengerukan material pantai, apabila di Indonesia sudah ada filter yang telah dibuat agar hasil pengerukan material pantai tidak mempengaruhi ekosistem laut dan juga mengakibatkan kerusakan lingkungan. Tetapi cara penanganan seperti ini dinali kurang efektif karena tidak adanya kepedulian dari pemerintah untuk terjun langsung untuk melihat dampak yang dialami khususnya pada ekosistem laut. Meskipun telah diatur dalam Undang-undang seharusnya pemerintah juga harus memperhatikan dari berbagai aspek. Penanganan apabila diluar negeri, yaitu dengan cara menyediakan tempat pembuangan dan penanganannya juga relative lebih cepat. Karena kesadaran akan melindungi ekosistem laut sangat tinggi.
4. Pencemaran Laut Akibat Oil Spil Di Indonesia
Pencemaran Lingkungan, Tumpahan Minyak dari Celah Timor Rusak Ekosistem Laut
Source: Dari Berbagai Sumber
RI Diminta Buktikan Kerugian
SYDNEY – Perusahaan pengeboran minyak PTTEP Australia yang melakukan pengeboran minyak di kilang Montara melalui The Montara Well Head Platform meminta Indonesia memberikan bukti kuat bahwa tumpahan minyak di Laut Timor berdampak pada Indonesia. Perusahaan yang berbasis di Thailand itu merespons pernyataan Presiden yang akan menuntut ganti rugi terhadap dampak tumpahan minyak di wilayah pantai Indonesia.
“PTTEP belum menerima klaim terkait laporan dampak tumpahan minyak di perairan Indonesia dari ladang Montara antara Agustus dan November tahun lalu,” kata Kepala Keuangan PTTEP, Jose Martins, di Sydney, Jumat (23/7). Martins menambahkan PTTEP sudah mengklarifikasi ke pihak berwenang Australia apakah tumpahan minyak menyebar ke wilayah Indonesia. Dia mengatakan Kedutaan Besar Australia di Jakarta mengeluarkan pernyataan pada November lalu, menyebutkan tumpahan minyak jauh dari pantai.
Namun, Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nusa Tenggara Timur, Carolus Winfridus Keupung, mengungkapkan data-data yang disebutkan Presiden Yudhoyono dalam sidang kabinet di Jakarta, Kamis (22/7) lalu sangat valid dan dapat dipertangungjawabkan secara ilmiah. Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan tumpahan minyak akibat meledaknya kilang milik perusahaan Australia, The Montara Well Head Platform, itu mengakibatkan kerugian bagi masyarakat sekitar.
Nelayan Merugi Menurut Carolus, selain data-data tersebut, hasil investigasi WALHI NTT, dampak pencemaran laut Timor juga menimbulkan kerusakan ekosistem laut dan kematian berbagai jenis biota, mengakibatkan pendapatan nelayan dan petani rumput anjlok.
Segi tiga emas karang juga turut terganggu. Lokasi itu adalah tempat 500 spesies pembentuk terumbu karang yang menjadi rumah bagi 3.000 spesies ikan karang dan ikan bernilai komersial tinggi.
Ikan tuna, paus, lumba-lumba, pari, hiu, dan tujuh spesies penyu laut di wilayah ini terancam punah. “Dari kasus ini, kurang lebih 7.000 nelayan tradisional kehilangan mata pencaharian, kerusakan keanekaragaman hayati yang tentunya akan mengganggu usaha rumput laut di Kabupaten Rote, Kupang, dan Alor,” papar Carolus, kemarin.
Pencemaran Laut Timor pada 2009 meluas ke perairan di sekitar Kabupaten Rote Ndao, bahkan hingga Laut Sawu, terutama sekitar Kabupaten Sabu Raijua dan pantai selatan Pulau Timor. Tumpahan minyak itu mencemari sekitar 16.420 km per segi wilayah Laut Timor yang tercakup dalam zona ekonomi eksklusif Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan potensi kerugian akibat kasus Montara mencapai 290 miliar rupiah.
Hasil penghitungan kerugian tersebut terbagi menjadi potensi kerugian total mencapai 247 miliar rupiah dan kerugian langsung mencapai 42 miliar rupiah. Carolus juga mengatakan dampak lain pencemaran laut akibat kebocoran kilang minyak perusahaan Australia di Celah Timor itu juga harus dipandang sebagai masalah pelanggaran hak asasi manusia bagi masyarakat di Pulau Timor, Rote, Alor, Sabu, dan Timor Leste.
Data yang dimiliki organisasi lingkungan hidup World Wide Fund for Nature (WWF) mengatakan, lebih dari 400.000 liter minyak yang tumpah dan menyebar, mencemari sekitar 10.000 hingga 25.000 kilometer persegi kawasan laut. Data yang dilansir West Timor Care Foundation, organisasi yang kerap mendukung nelayan miskin di Indonesia timur, memperkirakan dampak tumpahan minyak lebih besar lagi. Menurut mereka, pencemaran laut itu memengaruhi mata pencaharian sekitar 18.000 nelayan yang ada di sekitar perairan tersebut.
Cara Penanggulangan Tumpahan Minyak di Laut
Polusi dari tumpahan minyak di laut merupakan sumber pencemaran laut yang selalu menjadi fokus perhatian dari masyarakat luas, karena akibatnya akan sangat cepat dirasakan oleh masyarakat sekitar pantai dan sangat signifikan merusak makhluk hidup di sekitar pantai tersebut. Apabila sudah terjadi kejadian tumpahan minyak di laut, maka cara mengatasinya yaitu dengan cara:
1. Menggunakan seperti kain gulungan (snake) untuk melokalisir oil spill agar tidak meluas, kemudian pembersihannya dengan menggunakan oil pump
2. Menggunakan chemical tertentu untuk mendisversi minyak
Chemical yang biasa digunakan untuk mengatasi oil spill dikenal dengan nama OIL SPILL DISPERSANT (OSD). Ada beberapa jenis oil spill dispersant berdasarkan cara kerjanya :
1. OSD tipe pengumpul, artinya chemicalnya akan mengumpulkan minyak (melokalisir) agar tidak menyebar lalu dilanjutkan dengan pengambilan/penyedotan minyak yang telah terkumpul tadi.
2. OSD tipe pemecah, artinya partikel minyakl akan dipecah hingga sangat kecil lalu akan tersebar dengan bantuan arus laut. Dengan terpecahnya partikel minyak maka konsentrasinya pun akan menjadi kecil.
3. OSD tipe penggumpal. Artinya tumpahan minyak akan dikumpulkan lalu setelah ukuran partikelnya cukup besar dengan sendirinya akan tenggelam.
Tiap jenis digunakan pada kasus yang berbeda-beda tergantung banyaknya tumpahan, kondisi lingkungan sekitar dll. OSD harus memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh badan akreditasi Migas karena chemical tersebut langsung akan bersentuhan dengan biota laut. Untuk oil spill di laut bisa menggunakan Absorbent Boom atau Pad. Kedua produk ini hanya menyerap Hidrokarbon ( Hydrophobic ).
Berhubungan dengan chemical, biasanya dipake dispersant. dengan dispersant ini nantinya minyak akan diikat dan menggumpal sehingga lebih mudah dilakukan pengambilan. Spill yang sudah diangkut tadi harus dikelola sehingga tidak menimbulkan dampak bagi lingkungan.
Peralatan-peralatan utama penanggulangan oil spill di lepas pantai:
1. Oil boom: gunanya untuk melokalisir tumpahan minyak di laut agar tidak terbawa arus ke pantai dan merusak lingkungan di sekitarnya. Panjang oil boom bisa sampai 200 meter atau lebih. Oil boom di deploy dengan menggunakan at least 2 supply boat yang bekerja bersama-sama untuk "menangkap dan mengurung" oil spill yang mengapung di permukaan laut dengan memperhitungkan arah arus dan angin. Oil boom biasanya kurang efektif dalam kondisi ombak besar dan atau cuaca buruk.
2. Oil skimmer: alat ini digunakan untuk mengumpulkan oil spill yang sudah dikurung/ diisolasi oleh oil boom untuk diambil dan dipompakan ke tangki-tangki penampung.
3. Absorbent: digunakan untuk menyerap dan membersihkan oil spill yang mengotori pantai, batu-batu karang, dan tempat-tempat lain yang tercemar, untuk selanjutnya di masukkan ke dalam karung-karung atau tempat-tempat pembuangan yang terisolasi sebelum di buang ke final disposal point.
4. Oil dispersant: adalah chemicals yang disemprotkan ke arah sisa-sisa oil spill yang masih ada (setelah melalui proses skimming) dengan memakai spray gun. Sifat dispersant ini akan membuat gumpalan-gumpalan oil terdispersed dan terbiodegradasi agar efek pollutant dari oil spill tersebut bisa diminimalisir atau dihilangkan.
Cara Pencegahan Tumpahan Minyak di Laut
Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam laut oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga menyebabkan lingkungan laut menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Penanggulangan pencemaran laut dapat dimulai dari atas kapal, dengan melakukan tindakan pencegahan yang dimulai dari prilaku anak buah kapal khususnya anak buah kapal bagian mesin, sehingga diharapkan sisa bahan bakar dan minyak pelumas yang bercampur dengan air got dapat diperkecil dengan penggunaan alat pencegah pencemaran laut.
Pencegahan pencemaran di laut bertujuan:
1. Pelaksanaan prosedur dan peraturan kerja dengan benar
2. Menjaga lingkungan laut tetap stabil/tidak tercemar
Pencegahan tumpahan minyak di laut dan perairan mempunyai maksud:
1. Menjaga pelestarian lingkungan laut dan perairan
2. Mencegah tumpahan minyak ke daerah-daerah perairan yang dilindungi
3. Mengambil atau menyelamatkan tumpahan minyak tersebut dan dengan
semaksimal mungkin mengurangi kerugian yang ditimbulkannya.
Lingkungan laut merupakan tempat hidupnya berbagai jenis biota laut dan tumbuhan
yang sangat beraneka ragam dan harus dilindungi untuk mempertahankan ekosistem yang telah ada. Kerusakan lingkungan laut diakibatkan oleh ulah manusia yang tidak peduli dan akibat pencemaran.
Penyebab pencemaran laut dan lingkungan perairan berasal dari sumber-sumber pencemar antara lain sebagai berikut:
1. Ladang minyak di bawah dasar laut, baik melalui rembesan maupun kesalahan
pengeboran pada operasi minyak lepas pantai
2. Kecelakaan pelayaran misalnya kandas, tenggelam, tabrakan kapal tanker atau
barang yang mengangkut minyak/bahan bakar
3. Operasi tanker dimana minyak terbuang ke laut sebagai akibat dari pembersihan
tanki atau pembuangan air ballast, dll.
4. Kapal-kapal selain tanker melalui pembuangan air bilge (got).
5. Operasi terminal pelabuhan minyak, dimana minyak dapat tumpah pada waktu
memuat atau membongkar muatan dan pengisian bahan bakar ke kapal.
6. Limbah pembuangan refinery.
7. Sumber-sumber darat misalnya minyak pelumas bekas atau cairan yang
mengandung hidrokarbon
8. Hidrokarbon yang jatuh dari atmosfir misalnya asap pabrik, asap kapal laut,
asap pesawat udara, dll.
Sedangkan minyak bumi yang masuk ke dalam lingkungan laut, seperti diperlihatkan
pada Tabel berikut ini.
Pengaruh Tumpahan Minyak
Pengaruh tumpahan minyak terhadap lingkungan laut ditentukan oleh faktor biologis dan non biologis, yaitu antara lain :
A. Tipe Minyak Yang Tumpah
Sifat fisika dan kimia dari minyak yang tumpah bervariasai dan minyak yang paling
beracun adalah fraksi aromatis, yang kebanyakan terdapat dalam minyak ringan hasil
penyulingan.
1. Minyak aromatis bersifat volatile (sangat mudah menguap) tetapi mudah larut
dalam air dan dalam kosentrasi yang encer dapat mematikan beberapa organisme.
2. Bensin dan naphtaleura lebih beracun daripada minyak olahan (fuel oil, binker)
yang juga lebih beracun dari pada minyak mentah.
3. Lapisan minyak tebal yang sudah lama bersifat kurang daya racunnya, namun
menimbulkan kerusakan mekanis yang lebih besar. Lapisan minyak yang tebal
dapat menyebabkan binatang di daerah intertidal mati perlahan atau
menyebabkan kelebihan berat yang berakibat fatal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lapisan minyak hitam dapat menyebabkan panas, dan dapat menyebabkan kondisi panas yang mematikan bagi binatang laut beberapa bulan setelah terkena tumpahan minyak.
B. Daerah Sekitar Secara Geografis
Daerah perairan sekitar tumpahan minyak terkadang juga menentukan seberapa cepat kondisi bisa pulih. Di daerah tropis dimana biota masa hidupnya singkat dan menghasilkan banyak biota, dan alih generasi terjadi lebih cepat daripada daerah kutub, dimana binatangnya bermasa hidup panjang dan tidak begitu cepat menghasilkan biota baru. Kecepatan biodegresi yang terjadi di daerah yang lebih dingin juga berkurang.
Tumpahan minyak pada lingkungan perairan yang luas diduga juga menyebabkan
kerusakan biologis yang lebih parah, dari pada daerah perairan yang sempit. Jumlah minyak yang tertumpah juga penting tetapi pengaruhnya tergantung kepada daerah yang tertutup tumpahan. Sebagai contoh 50 barel minyak yang tertumpah di sebuah teluk kecil seluas beberapa area mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kerusakan biota laut dari pada 50 barel minyak atau tertumpah di lautan yang terbuka.
C. Kondisi Meteorologis dan Oceanografis
Kondisi meteorologis (angin, badai) dan oceanografis (ombak, arus) yang ada sangat penting dalam pengaruhnya terhadap akibat tumpahan angin dan badai yang tertiup pada daerah tumpahan di pantai perairan terbuka dapat merugikan, tetapi sebaliknya menguntungkan karena akan mengaduk minyak dan air akan mengencerkannya. Badan kualitas lingkungan dalam penelitian dampak lingkungan untuk daerah dasar laut benua bagian luar melaporkan bahwa tumpahan minyak, cenderung pecah jika ketinggian ombak mencapai 10 feet atau lebih.
D. Weathering (Perubahan Karena Cuaca)
Maksud perubahan disini adalah penguapan, oksidasi, pelarutan dalam air dan
degridasi biologis. Bila minyak tumpah di air akan tersebar dengan cepat di atas permukaan. Tenaga yang menyebabkan tersebar antara lain:
1. Berat jenis minyak yang lebih kecil dari berat jenis air laut
2. Tegangan permukaan minyak itu sendiri
Penguapan minyak merupakan suatu peristiwa alam yang begitu penting. Penguapan akan terjadi dengan kecepatan yang tergantung dari sifat minyak, ombak, kecepatan angin, temperatur dan lain sebagainya. Minyak bumi terdiri dari sejumlah besar bahan yang mempunyai sifat sendiri- sendiri, yang teringan akan menguap lebih dahulu, meskipun demikian pasti ada yang tersisa.
Setelah minyak tertumpah maka minyak itu akan menguap dan penguapan kandungan yang paling berbahaya akan hilang sekitar 20 % selang 24 jam pertama. Minyak fraksi berat dan minyak pelumas tidak mengandung komponen yang mudah menyerap dan biasanya tidak berkurang jumlahnya karena penguapan. Jika tumpahan menimbulkan tirai minyak, maka sejumlah besar komponen minyak ini akan kontak dengan satuan di daerah subtidal.
Selain menguap sebagian minyak akan melarut dalam air, sebagian akan teroksidasi dan sebagian lagi akan dihancurkan oleh mikro organisme. Jumlah yang melarut dalam air tergantung kepada licin tidaknya minyak dan jumlah yang kena weathering. Penelitian menunjukkan bahwa air yang mengandung tumpahan minyak yang tebal mengandung 5-10 ppm minyak, tetapi tumpahan itu pecah, keadaannya berkurang sampai 1 ppm atau kurang.
Sebaliknya air laut yang mengandung tumpahan benzene dalam bentuk tirai mengandung 1500 mg/lt benzene dalam air, yang sangat beracun terhadap beberapa organisme laut, namun benzene menguap dengan cepat dan akan menguap keseluruhannya dalam satu hari atau lebih. Degridasi biologis dan mikrobial menyebabkan pemecahan dan eliminasi minyak dari lingkungan. Mikro organisme yang ada dalam air laut, air danau, sungai mempunyai kemampuan besar memakan hidrokarbon (unsur minyak) tersebut. Lebih dari 100 jenis bakteri, ragi dan jamur telah ditemukan yang menyerang hidrokarbon, memecahnya dan mendapatkan energi untuk kebutuhan hidupnya. Hidrokarbon dipakai untuk sumber energinya dan juga dipakai untuk membentuk tubuhnya.
Adanya hidrokarbon ini mempercepat pertumbuhan mikro organisme tersebut. Bagaimanapun kecepatan pertumbuhannya akan dibatasi oleh jumlah organisme itu sendiri, jumlah oksigen dan pupuk yang dipakai guna mendukung metabolisme tersebut. Usaha-usaha riset yang utama sedang dilanjutkan dalam penggunaan pupuk dan peningkatan aktivitas biologis dan pembiakan mikrobial untuk membersihkan tumpahan minyak. Teknik pemulihan biologis ini meningkatkan cara-cara untuk membersihkan garis pantai yang sukar.
Perbandingan Penanganan Kasus Tumpahan Minyak di laut Antara Indonesia dengan Negara Lain
Pemerintah dalam hal ini instansi terkait seperti KLH, Pariwisata, Pendidikan dan Kebudayaan, Perindustrian dan Perdagangan, DKP, TNI AL, Kepolisian Departemen Perhubungan, Pertamina dan Pemerintah Daerah menjadi ujung tombak dalam pencegahan dan penanggulangan polusi laut ini. Banyak kasus-kasus seperti ini hanya menjadi catatan pemerintah tanpa penanggulangan tuntas. Sebagai contoh adalah kasus pencemaran di Pulau Seribu, dimana diketahui bahwa pencemaran ini sudah terjadi sejak tahun 2003 dan dalam kurun waktu 2003-2004 tercatat berlangsung 6 kali kejadian (Dirjen P2SDKP, 2004). Namun sampai saat ini pemerintah belum mampu mengangkat kasus ini ke pengadilan untuk menghukum pelaku apalagi membayar ganti rugi kepada masyarakat sekitar. Ini menunjukkan lemahnya koordinasi antar instansi Pemerintah dan kepolisian dalam menuntaskan suatu kasus.
Tidak seperti negara Jepang, dalam hal pencegahan dan penanggulangan bencana tumpahan minyak di laut, antara birokrasi, LSM, institusi penelitian dan masyarakat telah terintegrasi dengan baik. Kasus kandasnya kapal tanker milik Rusia Nakhodka (13.157 ton bermuatan 19.000 kilo liter heavy oil) pada Januari 1997 dapat dijadikan contoh keberhasilan negara ini dalam hal penanggulangan tumpahan minyak. Sekitar 6.240 kl tumpah di perairan Jepang dari Propinsi Shimane sampai Niigata. Seluruh aparat baik pemerintahan daerah dan pusat, pusat-pusat penelitian, universitas, LSM dan masyarakat bekerja keras saling membantu dalam penanggulangan seperti: pemberitahuan bencana, evaluasi strategi penanggulangan, partisipasi unsur terkait termasuk masyarakat, teknis penanggulangan, komunikasi, koordinasi dan kesungguhan untuk melindungi laut dan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat menjadi point utama dalam penanggulangan bencana ini. Untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan polusi laut akibat tumpahan minyak ini terdapat tiga faktor yang dapat dijadikan landasan yaitu aspek legalitas, aspek perlengkapan dan asperk koordinasi.
5. Pencemaran Laut Akibat Limbah Domestik Di Indonesia
PENCEMARAN LIMBAH DOMESTIK DI TELUK JAKARTA
Source: Dari Berbagai Sumber
Kondisi pesisir erat kaitannya dengan system sungai, muara, dan laut pada wilayah tersebut, perubahan sifat sungai yang mungkin terjadi akibat kegiatan manusia akan mempengaruhi menurunnya kualitas perairan lingkungan perairan pantai. Peningkatan kegiatan penduduk baik dalam hal pemukiman,pertanian maupun industri yang terjadi pada dua dasa warsa terakhir ini, menyebabkan peningkatan pembuangan limbah, dan selama ini sungai menjadi lokasi pembuangan limbah dari aktivitas tersebut. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa telah terjadi penurunan kualitas perairan dari sungai, muara, sampai dengan laut. Tekanan terhadap lingkungan perairan pantai berdasarkan variasi jumlah penduduk yang bermukim di wilayah ini dikaitkan dengan intensitas kegiatannya sehari hari dan perilaku yang telah berlangsung selama ini akan mempengaruhi jumlah limbah domestik yang diproduksi dan jumlah limbah domestik yang dibuang ke sungai sehingga menurunkan kualitas perairan sungai, muara, dan laut. Variasi jumlah penduduk terbagidalam tingkat kepadatan penduduk yang bermukim pada lingkungan perairan pantai terdiri dari wilayah dengan penduduk sangat padat (kota metropolitan), padat (kota besar), dan kurang padat (kota kecil) yang menghasilkan limbah domestik dengan variasi tingkat pencemaran.
limbah domestik sendiri adalah semua bahan limbah yang berasal dari kamar mandi, kakus, dapur, tempat cuci pakaian dan cuci peralatan rumah tangga. Limbah domestik yang paling dominan adalah jenis organik yang berupa kotoran manusia dan hewan. Jenis limbah domestik yang lain adalah limbah domestik anorganik yang diakibatkan oleh plastik serta penggunaan deterjen, sampho, cairan pemutih, pewangi dan bahan kimia lainnya. Limbah domestik jenis ini relatif lebih sulit untuk dihancurkan. Jika kuantitas dan intensitas limbah domestik ini masih dalam batas normal, alam masih mampu melakukan proses kimia, fisika, dan biologi secara alami. Namun, peningkatan populasi manusia telah menyebabkan peningkatan kuantitas dan intensitas pembuangan limbah domestik sehingga membuat proses penguraian limbah secara alami menjadi tidak seimbang.
Salah satu kasus pencemaran laut yang cukup menarik perhatian adalah pencemaran yang terjadi di daerah Teluk Jakarta. Pencemaran yang terjadi di Teluk Jakarta ini sudah memasuki masa kritis. Saat ini diprediksi terdapat 14 ribu kubik sampah dari limbah rumah tangga dan limbah industri, yang mencemari teluk seluas 2,8 kilometer persegi itu. Pencemaran yang terjadi di Teluk Jakarta ini terjadi akibat akumulasi limbah yang memasuki Teluk Jakarta yang sudah berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Dalam hal ini Limbah rumah tangga atau domestik juga turut berperan dominan dalam pencemaran yang terjadi di Teluk Jakarta karena seluruh limbah domestik rumah tangga, selama bertahun-tahun juga berujung di Teluk Jakarta. Seluruh limbah rumah tangga mengalir melalui 13 anak sungai yang bermuara di Teluk Jakarta, apa bila hal ini terus dibiarkan terjadi kondisi di Teluk Jakarta ini akan semakin parah. Pada umumnya limbah domestik yang dibuang langsung ke dalam badan sungai yang kemudian bermuara ke laut tanpa didahului pengolahan walaupun sederhana. Padahal limbah domestik mengandung campuran unsur-unsur yang sangat kompleks dan membahayakan.
Jika pencemaran limbah tersebut tidak segera ditangani, dikhawatirkan akan mengancam kelestarian hutan bakau dan terumbu karang, melihat ekosistem terumbu karang dan hutan bakau merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam produktivitas dan kelestarian suatu perairan. Tingginya pencemaran laut yang terjadi di Teluk Jakarta ini juga mempengaruhi produktivitas biota laut yang ada di dalamnya, bahkan jumlah produksi ikan dan budi daya laut lainnya pun menurun drastis hingga 38 persen dari biasanya. Keadaan ini menurut Pakar Lingkungan IPB Aryo Damar, harus segera diatasi oleh pemerintah dengan lebih serius menangani masalah limbah. Sebenarnya berbagai upaya pengendalian pencemaran air yang telah dilakukan melalui berbagai kebijakan diantaranya melalui pendekatan kelembagaan, hukum, teknis dan program khusus telah dilakukan. Pendekatan kelembagaan dilakukan dengan membentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal), Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD), dan Dinas-dinas Lingkungan Hidup Daerah yang saat ini menjadi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda), namun lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jakarta Utara justru mengakibatkan laut di teluk Jakarta tercemar limbah hingga 42 persen, karena tidak adanya ketegasan dalam menanggulangi masalah ini. Sungguh ironis.
Untuk itu masyakarat mendesak pemerintah khususnya BPLHD untuk lebih tanggap dalam memperhatikan masalah pencemaran yang terjadi di Teluk Jakarta tersebut. menurut Philis Sudianto tokoh Masyarakat Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara, parahnya pencemaran limbah yang ada di teluk Jakarta itu dikarenakan lemahnya pengawasan instansi terkait seperti BPLH atau lainnya. Kepala BPLHD juga menururkan, pada 2009 lalu Walikota sudah melayangkan surat No 4298/-1-774.14 yang ditujukan kepada Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), terkait pencemaran di Teluk Jakarta. Gubernur Kota DKI Jakarta Fauzi Bowo, juga telah mengajak seluruh masyarakat untuk bersama-sama menyelamatkan Teluk Jakarta. “Saya sampaikan apresiasi yang tinggi semakin banyak warga yang bisa merasa turut memiliki Teluk Jakarta ini," kata Fauzi Bowo seperti dikutip situs resmi Pemerintah DKI, Minggu, 22 November 2009, Jika ingin menyelamatkan dan melestarikan lingkungan, kata Fauzi Bowo, maka seluruh komponen hendaknya bersatu padu untuk mau menjaga dan merawatnya. Karenanya pengawasannya sebenarnya ada di masyarakat. Artinya, jika seluruh warga Jakarta mengawasi Teluk Jakarta ini dengan baik, maka teluk ini akan kembali menjadi sumber kehidupan untuk seluruh mayarakat. Dia berharap, seluruh mayarakat hendaknya bisa berperan aktif dalam melestarikan dan menjaga Teluk Jakarta sebagai potensi wisata laut yang bersih dan indah. Suatu hal yang penting dalam masalah pencemaran suatu perairan, adalah bahwa tingkat keseriusan masalah pencemaran tidak hanya tergantung pada tingkat toksisitas polutan yang tinggi. Perlu peran serta dari masyarakat untuk mengambil tindakan seperti yang telah dinyatakan oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo yang di jelaskan di atas.
Limbah domestik (George Tchobanoglous,1979), terdiri dari karakteristik fisika antara lain adalah parameter kekeruhan dan TSS, karakteristik kimia antara lain adalah parameter DO, BOD, COD, pH, dan Deterjen, dan karateristik biologi antara lain adalah parameter Coliform. Status mutu air merupakan tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang telah ditetapkan. Penentuan status mutu air menggunakan metode Indeks Pencemaran, pengelolaan kualitas perairan atas dasar Indeks Pencemaran (IP) adalah PIj = _ (Ci/Lij)2 M + (Ci/Lij)2 R/2
di mana
Lij = konsentrasi parameter kualitas air yang
dicantumkan dalam baku peruntukan air (j ).
Ci = Konsentrasi parameter kualitas air hasil
survey
PIj = Indeks pencemaran bagi peruntukan ( j ).
(Ci/Lij)M = Nilai Ci/Lij maksimum
(Ci/Lij)R = Nilai Ci/Lij rata-rata
Pengukuran langsung di lapangan dengan Water Quality Checker WQC TOA 22A meliputi pengukuran parameter suhu, salinitas, pH, DO, dan kekeruhan dan sebagian parameter diambil dari sampel air yang dianalisis di laboratorium, seperti TSS, BOD, COD, detergen, dan bakteri coliform. Hasil pengukuran dan analisis beberapa parameter tersebut diatas berupa data kuantitatif seperti konsentrasi kekeruhan, TSS, DO, BOD, COD, Deterjen, dan bakteri coliform yang dipilih sebagai nilai parameter kualitas perairan Teluk Jakarta akibat limbah domestik.
Pola sebaran nilai parameter DO, BOD, dan COD akibat limbah domestik di Perairan Teluk Jakarta memiliki karakteristik yang berlainan terutama pada nilai konsentrasi, radius sebaran, yang dapat disebabkan antara lain oleh kuantitas massa air, atau sumber limbah lain dan dapat juga dipengaruhi oleh factor oceanografi di Perairan Teluk Jakarta.
Senin, 09 Januari 2012
International Convention For The Control And Management Of Ship Ballast Water And Sediment, 2004
Summarized by: Faridz Fachri (2011)
Sumber gambar:disini
International Convention For The Control And Management Of Ships Ballast Water And Sediment 2004, merupakan salah satu bentuk langkah yang dirumuskan oleh dunia internasional untuk mencegah kerusakan lingkungan, khususnya lingkungan laut, yang diakibatkan karena adanyan aktivitas buangan kapal yakni biasanya disebut sebagai air ballas (Ballast Water). Konvensi Internasional untuk mengontrol dan mengelola ballast water dari buangan kapal ini mengacu pada hasil konvensi laut internasional (United Nation Convention On The Law Of The Sea/UNCLOS 1982), yang mengatakan bahwa semua negara berhak untuk mencegah, mereduksi dan mengontrol pencemaran yang terjadi pada lingkungan laut dengan memanfaatkan segala bentuk teknologi dibawah pengawasan atau yuridiksi suatu negara untuk mengontrol dan mencegah suatu pollutant yang mungkin berpotensi dan mengganggu ekosistem laut.
Sebagaimana catatan dari Konvensi Keanekaragaman Biologi International (Convention on Biological Biodiversity/CBD) pada tahun 1992, dilautan berpotensi adanya perpindahan suatu organisme aquatic yang merugikan dan bersifat patogen melalui ballast water yang dihasilkan oleh aktivitas kapal dapat mengganggu proses konservasi akibat adanya spesies asing yang datang (invasive species) melalui ballast water, berpeluang mengganggu ekosistem, habitat ataupun spesies.
Selain itu juga, banyak sekali konvensi-konvensi International tentang lingkungan yang mendukung dan dijadikan sebagai dasar untuk dilakukannya suatu langkah mencegah kerusakan ekosistem akibat ballast water ini, yaitu antara lain:
• United Nation Conference on Environtment and Development (UNCED) 1992.
• Principle 15 Of The Rio Declaration on Environtment and Development yang diadopsi oleh Organisasi Proteksi Lingkungan Laut Internasional (Marine Environtment Protection Commitee/MEPC) pada tahun 1995.
• World Summit on Suistinable Development 2002, yang pada salah satu paragrafnya membahas mengenai dampak yang ditimbulkan karena adanya invasive species.
Pada konvensi internasional yang mencegah dan meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh ballast water dan sedimen ini, berisikan beberapa tahapan atau langkah yang harus dilaksanakan dalam mencapai tujuan sebagaimana yang telah tercantum dalam konvensi. Konvensi ini secara keseluruhan membahas mengenai beberapa hal yang berhubungan dengan ballast water yang meliputi:
1. Pelaku Administrasi (Administration)
“Pelaku administrasi” maksudnya pemerintahan pada suatu negara yang mempunyai autoritas dimana kapal tersebut beroprasi.
2. Ballast Water
Ballast water berarti segala macam material suspensi yang terkandung pada air laut yang dikeluarkan oleh kapal, yang sebelumnya diambil oleh kapal sebagai pengontrol stabilitas, keseimbangan, sistem dan tekanan pada kapal.
3. Ballast Water Management
Merupakan suatu langkah, mekanisme fisika, kimia, dan proses biologi yang dikombinasikan, untuk mengurangi dampak kerugian ataupun mencegah invasive organisme patogen pada ballast water dan sedimen yang terbawa.
4. Harmful Aquatic Organism
Adalah organisme akuatik atau patogen yang dapat mencemari lingkungan seperti pada estuari, air tanah (fresh water) yang memungkinkan berdampak buruk bagi lingkungan, kesehatan manusia, dan lain sebagainya.
5. Pengawasan dan Teknik Serta Penelitian Ilmiah (Scientific and Technical Research and Monitoring)
Pemfasilitasan bagi para ilmuan dan teknik penelitian pengelolaan ballast water, serta pengawasan dampak dari pengelolaan ballast water dibawah yuridiksi. Sehingga diharapkan tingkat keefektifitasan yang tinggi dari proses pengelolaan ballast water.
6. Pelanggaran atau kecurangan (Violations)
Pemberian sanksi yang tegas bagi para pelaku perkapalan yang benar-benar melanggar standarisasi pembuangan ballast water. Ini dilakukan dengan cara melakukan inspeksi pada kapal, serta deteksi kecurangan kapal. Inspeksi dilakukan untuk meminta bukti sertifikat yang sah mengenai standarisasi pengelolaan ballast water sebelum dikeluarkan ke laut lepas.
7. Hubungannya dengan hukum internasional dan Konvensi lainnya.
8. Dan lain sebagainya.
Di konvensi ini juga terdapat suatu regulasi atau semacam peraturan yang harus diterapkan oleh manajemen kapal dalam pencapaian standarisasi pengelolaan ballast water pada kapal (Management And Control Requirements For Ship). Di setiap kapal harus menerapkan dan mengimplementasikan pengelolaan ballast water sesuai yang telah ditetapkan. Prosedur keamanan yang detail dari kapal dan kru yang berhubungan dengan pengelolaan ballast water ini termasuk dalam persyaratan yang dibahas dalam konvensi ini.
Pada kapal-kapal yang dibuat pada tahun 2012 dengan kapasitas ballast water sebesar 5000m3 atau lebih dari itu harus menerapkan ballast water management dan harus memenuhi standart yang telah ditentukan pada regulasi sebelumnya.
Kapal yang termasuk dalam kategori diatas, harus memenuhi standar dalam pembuangan ballast water, antara lain:
1. Setiap kapal melakukan pengeluaran ballast water (ballast water exchange) kurang lebih sebanyak 95% dari volume total ballast water.
2. Metode pemompaan ballast water dari kapal melalui 3 kali pemompaan dari seluruh volume yang terbagi dalam setiap tank pada kapal harus dioptimalkan sesuai standart.
3. Management pada ballast water setidaknya telah menghilangkan sedikitnya 10 organisme per m3 lebih besar ataupun sama dengan 50 mikrometer pada dimensi yang paling minimum dan juga sedikitnya 10 organisme tiap milimeter atau kurang dari 50 mikrometer pada dimensi minimum.
4. Indikator mikroba yang merujuk atau sebagai pengaruh standar terhadap kesehatan manusia adalah sebagai berikut:
1. Toxigenic Vibrio cholerae = harus kurang dari 1 unit koloni pembentuk (colony forming unit/cfu) per 100 milimeter ataupun kurang dari 1 gram (berat) sampel zooplankton.
2. Escherchia coli kurang dari 250 cfu per 100 milimeter.
3. Entestinal Enterococci kurang dari 100 cfu per 100milimeter.
Mengenai treatment atau pemerajaan ulang dari ballast water juga telah diatur yang berpacu pada standar yang telah ditentukan. Ada beberapa poin sebagai tinjauan dalam penerapan teknologi untuk treatment ballast water:
1. Penimbangan standar keselamatan kapal dan kru.
2. Penerimaan aspek lingkungan, dalam penyelesaian peminimalisiran dampak yang akan ditimbulkan bagi lingkungan.
3. Kesesuaian design dan sistem operasi kapal.
4. Tingkat keefektifan biaya (economic value).
5. Dan juga tentang tingkat keefektifitasan sisi biologi dan lingkungan, dalam upaya kemampuan dalam mengurangi dampak yang ditimbilkan karena adanya Harmful Aquatic Organism and Pathogen yang terkandung dalam ballast water.
Didalam upaya untuk pengawasan serta tata pelaksanaan management ballast water yang baik maka dikeluarkanlah suatu sertifikat yang menunjukkan bahwa suatu kapal telah mempunyai standar dalam pengelolaan ballast water. Sertifikat dikeluarkan oleh lembaga administrasi (sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya) ataupun organisasi legal lainnya dibawah autoritas negara dimana kapal itu beraktivitas atau beroprasi. Sertfikat mempunyai masa berlaku selama kurang lebih 5 tahun.
Sumber gambar:disini
International Convention For The Control And Management Of Ships Ballast Water And Sediment 2004, merupakan salah satu bentuk langkah yang dirumuskan oleh dunia internasional untuk mencegah kerusakan lingkungan, khususnya lingkungan laut, yang diakibatkan karena adanyan aktivitas buangan kapal yakni biasanya disebut sebagai air ballas (Ballast Water). Konvensi Internasional untuk mengontrol dan mengelola ballast water dari buangan kapal ini mengacu pada hasil konvensi laut internasional (United Nation Convention On The Law Of The Sea/UNCLOS 1982), yang mengatakan bahwa semua negara berhak untuk mencegah, mereduksi dan mengontrol pencemaran yang terjadi pada lingkungan laut dengan memanfaatkan segala bentuk teknologi dibawah pengawasan atau yuridiksi suatu negara untuk mengontrol dan mencegah suatu pollutant yang mungkin berpotensi dan mengganggu ekosistem laut.
Sebagaimana catatan dari Konvensi Keanekaragaman Biologi International (Convention on Biological Biodiversity/CBD) pada tahun 1992, dilautan berpotensi adanya perpindahan suatu organisme aquatic yang merugikan dan bersifat patogen melalui ballast water yang dihasilkan oleh aktivitas kapal dapat mengganggu proses konservasi akibat adanya spesies asing yang datang (invasive species) melalui ballast water, berpeluang mengganggu ekosistem, habitat ataupun spesies.
Selain itu juga, banyak sekali konvensi-konvensi International tentang lingkungan yang mendukung dan dijadikan sebagai dasar untuk dilakukannya suatu langkah mencegah kerusakan ekosistem akibat ballast water ini, yaitu antara lain:
• United Nation Conference on Environtment and Development (UNCED) 1992.
• Principle 15 Of The Rio Declaration on Environtment and Development yang diadopsi oleh Organisasi Proteksi Lingkungan Laut Internasional (Marine Environtment Protection Commitee/MEPC) pada tahun 1995.
• World Summit on Suistinable Development 2002, yang pada salah satu paragrafnya membahas mengenai dampak yang ditimbulkan karena adanya invasive species.
Pada konvensi internasional yang mencegah dan meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh ballast water dan sedimen ini, berisikan beberapa tahapan atau langkah yang harus dilaksanakan dalam mencapai tujuan sebagaimana yang telah tercantum dalam konvensi. Konvensi ini secara keseluruhan membahas mengenai beberapa hal yang berhubungan dengan ballast water yang meliputi:
1. Pelaku Administrasi (Administration)
“Pelaku administrasi” maksudnya pemerintahan pada suatu negara yang mempunyai autoritas dimana kapal tersebut beroprasi.
2. Ballast Water
Ballast water berarti segala macam material suspensi yang terkandung pada air laut yang dikeluarkan oleh kapal, yang sebelumnya diambil oleh kapal sebagai pengontrol stabilitas, keseimbangan, sistem dan tekanan pada kapal.
3. Ballast Water Management
Merupakan suatu langkah, mekanisme fisika, kimia, dan proses biologi yang dikombinasikan, untuk mengurangi dampak kerugian ataupun mencegah invasive organisme patogen pada ballast water dan sedimen yang terbawa.
4. Harmful Aquatic Organism
Adalah organisme akuatik atau patogen yang dapat mencemari lingkungan seperti pada estuari, air tanah (fresh water) yang memungkinkan berdampak buruk bagi lingkungan, kesehatan manusia, dan lain sebagainya.
5. Pengawasan dan Teknik Serta Penelitian Ilmiah (Scientific and Technical Research and Monitoring)
Pemfasilitasan bagi para ilmuan dan teknik penelitian pengelolaan ballast water, serta pengawasan dampak dari pengelolaan ballast water dibawah yuridiksi. Sehingga diharapkan tingkat keefektifitasan yang tinggi dari proses pengelolaan ballast water.
6. Pelanggaran atau kecurangan (Violations)
Pemberian sanksi yang tegas bagi para pelaku perkapalan yang benar-benar melanggar standarisasi pembuangan ballast water. Ini dilakukan dengan cara melakukan inspeksi pada kapal, serta deteksi kecurangan kapal. Inspeksi dilakukan untuk meminta bukti sertifikat yang sah mengenai standarisasi pengelolaan ballast water sebelum dikeluarkan ke laut lepas.
7. Hubungannya dengan hukum internasional dan Konvensi lainnya.
8. Dan lain sebagainya.
Di konvensi ini juga terdapat suatu regulasi atau semacam peraturan yang harus diterapkan oleh manajemen kapal dalam pencapaian standarisasi pengelolaan ballast water pada kapal (Management And Control Requirements For Ship). Di setiap kapal harus menerapkan dan mengimplementasikan pengelolaan ballast water sesuai yang telah ditetapkan. Prosedur keamanan yang detail dari kapal dan kru yang berhubungan dengan pengelolaan ballast water ini termasuk dalam persyaratan yang dibahas dalam konvensi ini.
Pada kapal-kapal yang dibuat pada tahun 2012 dengan kapasitas ballast water sebesar 5000m3 atau lebih dari itu harus menerapkan ballast water management dan harus memenuhi standart yang telah ditentukan pada regulasi sebelumnya.
Kapal yang termasuk dalam kategori diatas, harus memenuhi standar dalam pembuangan ballast water, antara lain:
1. Setiap kapal melakukan pengeluaran ballast water (ballast water exchange) kurang lebih sebanyak 95% dari volume total ballast water.
2. Metode pemompaan ballast water dari kapal melalui 3 kali pemompaan dari seluruh volume yang terbagi dalam setiap tank pada kapal harus dioptimalkan sesuai standart.
3. Management pada ballast water setidaknya telah menghilangkan sedikitnya 10 organisme per m3 lebih besar ataupun sama dengan 50 mikrometer pada dimensi yang paling minimum dan juga sedikitnya 10 organisme tiap milimeter atau kurang dari 50 mikrometer pada dimensi minimum.
4. Indikator mikroba yang merujuk atau sebagai pengaruh standar terhadap kesehatan manusia adalah sebagai berikut:
1. Toxigenic Vibrio cholerae = harus kurang dari 1 unit koloni pembentuk (colony forming unit/cfu) per 100 milimeter ataupun kurang dari 1 gram (berat) sampel zooplankton.
2. Escherchia coli kurang dari 250 cfu per 100 milimeter.
3. Entestinal Enterococci kurang dari 100 cfu per 100milimeter.
Mengenai treatment atau pemerajaan ulang dari ballast water juga telah diatur yang berpacu pada standar yang telah ditentukan. Ada beberapa poin sebagai tinjauan dalam penerapan teknologi untuk treatment ballast water:
1. Penimbangan standar keselamatan kapal dan kru.
2. Penerimaan aspek lingkungan, dalam penyelesaian peminimalisiran dampak yang akan ditimbulkan bagi lingkungan.
3. Kesesuaian design dan sistem operasi kapal.
4. Tingkat keefektifan biaya (economic value).
5. Dan juga tentang tingkat keefektifitasan sisi biologi dan lingkungan, dalam upaya kemampuan dalam mengurangi dampak yang ditimbilkan karena adanya Harmful Aquatic Organism and Pathogen yang terkandung dalam ballast water.
Didalam upaya untuk pengawasan serta tata pelaksanaan management ballast water yang baik maka dikeluarkanlah suatu sertifikat yang menunjukkan bahwa suatu kapal telah mempunyai standar dalam pengelolaan ballast water. Sertifikat dikeluarkan oleh lembaga administrasi (sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya) ataupun organisasi legal lainnya dibawah autoritas negara dimana kapal itu beraktivitas atau beroprasi. Sertfikat mempunyai masa berlaku selama kurang lebih 5 tahun.
Langganan:
Postingan (Atom)