KOMPAS.com — Kompetisi E-Idea yang diselenggarakan British Council mempertemukan 7 negara untuk mencari permasalahan seputar lingkungan di negara masing-masing dan berusaha mencari solusinya. Setelah melalui proses penjurian di masing-masing negara, ketujuh negara tersebut memiliki pemenang masing-masing yang kemudian dipertemukan di Jakarta. Ketujuh negara adalah Indonesia, Thailand, Vietnam, Australia, Jepang, China, dan Korea.
Pameran E-idea yang berjumlah 40 karya dipamerkan di Hotel Shangri La, Jakarta, Rabu (5/10/2011) ini. Di antara beragam karya inovatif dari Thailand ada enam karya, dari kiat hidup hijau sampai cara memancing oksigen. Berikut adalah inovasi yang dimiliki para pemenang dari Thailand.
Pertama adalah Chontira Thipaksorn yang mengangkat cara mudah hidup hijau. Peraih Msc di bidang Postharvest Technology dari Chiangmai University ini bekerja di Northern Development Foundation. Dengan latar belakang kota Chiang Mai yang memiliki tingkat polusi tertinggi di Utara Thailand, Chontira membuat mesin serupa alat pengurai sampah makanan, sehingga warga tak perlu tergantung dengan teknologi. Alat ini mengolah sampah organik menjadi pupuk organik untuk tanah dan tanaman. Langkah ini diharapkan bisa meningkatkan kebersihan di tingkat rumah tangga sekaligus mempromosikan konsep pengelolaan sampah.
Kedua adalah Kanadej Thamanoonragsa yang membuat Pertanian Kota Urbie. Kanadej bekerja di Alpha Capital, yang bergerak di bidang energy terbarukan. Ia mengidamkan Bangkok menjadi sebuah kota yang terkenal dengan pertanian di tengah kota. Ia membangun komunitas di tengah kota untuk menambah area-area hijau di tembok, atap, dan taman. Nantinya komunitas yang terlibat juga bosa menikmati hasil pertanian segar dan menambah pendapatan mereka. Para petani kota bisa berkomunikasi melalui dunia maya dan juga bertatap muka untuk menjual produk pertanian, sekaligus memperkaya pengetahuan soal kemampuan produksi, penjualan, dan pendapatan.
Ketiga adalah Jantima Pipitsoontom yang melakukan pemilahan sampah dan daur ulang biowaste. Lulusan biokimia dari Chulangkom University ini mengelola sampah dengan menjalin kerja sama dengan pemerintah, sekolah, komunitas masyarakat, dan bisnis pariwisata. Pemilahan sampah dipromosikan lewat bak-bak sampah, dimana turis juga diajak berpartisipasi, dengan ikut memilah sampah. Setelah itu, akan dibangun Learning Center of Biowaste Recycling dimana sampah yang telah dipilah akan dioleh dengan teknik biowaste.
Keempat adalah Saengabha yang membuat Pemanas Kreatif untuk Papan Partikel. Sarjana Sosial dari Mahidol University ini bergabung dengan perusahaan Kokoboard yang membuat particle board dari sampah pertanian. Perusahaan ini sudah membuat 5 macam particle board dari aneka sampah atau produk turunan pertanian, seperti gabah, biji bunga matahari, sekam, dan sabut kelapa. Dengan teknologi yang tepat, lini produksi particle board bisa dipastikan memakai energy yang bersih, sehingga produk yang dihasilkan betul-betul ramah lingkungan. Caranya adalah dengan membuat biogas dari strawboard chips sebagai bahan bakar bagi proses produksi papan partikel. Jika penggunaan mesin bahan bakar dikurangi, maka bisa memperkecil nilai investasi serta mengurangi jejak karbon. Penggunaan papan partikel secara umum diharapkan bisa menahan laju deforestasi serta memperpanjang umur hutan bagi generasi selanjutnya.
Kelima adalah Khwankhao Sinhanseni, pengusaha sosial yang membuat Pupuk Organik Keaw Suay Homm. Khwankhao adalah anggota proyek lingkungan di kota Chiang Mai. Proyek yang disebut Keaw Suay Homm ini mempromosikan konservasi alam lewat perusahaan social “Pupuk Keaw Suay Homm”. Polusi sampah organic menjadi salah satu persoalan lingkungan utama di kota Chiang Mai. Sebanyak 40 persen dari total sampah di Chiang Mai adalah sampah organic. Lewat proyek ini, sampah organic akan diubah menjadi pupuk organic. Sampah diambil petugas kota dari rumah-rumah warga, sementara perusahaan swasta dilibatkan untuk produksi pupuk. Sampah diolah menjadfi pupuk organic dengan menggunakan sistem penyaringan udara. Pupuk kemudian dijual dan hasilnya bisa digunakan untuk mendirikan pusat pendidikan di tengah kota.
Keenam adalah Sudarat Chomroong yang memancing oksigen dengan spesies antagonis trichoderma pada hutan bakau. Sudarat saat ini masih menjadi mahasiswa biologi di Rajamangala University of Technology Thanyaburi. Untuk mengurangi pemanasan global, langkah harus difokuskan pada penyebab utamanya, yakni banyaknya karbondioksida di atmosfer. Proyek yang dikembangkan Sudarat akan memancing hadirnya oksigen dengan menggunakan spesies antagonis spawn trichoderma di hutan bakau. Jamur ini bisa meningkatkan daya tahan dan kekebalan hutan bakau. Jamur akan diolah ke dalam bentuk pupuk tablet yang digunakan di hutan-hutan bakau. Dengan pupuk ini, pohon bakau bisa berkembang pesat dengan gaya hidup yang lebih panjang. Bakau diyakini dapat berperan besar dalam mengurangi kadar karbon dioksida di udara. Proyek percobaan akan dilakukan di Provinsi Samutsakorn.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar