Rabu, 06 April 2011

Seminar Nasional Teknologi Kelautan “The Development of Deepwater Technology in Indonesia: Managing Risk and Environmental Disaster”

by hanifdandedek'09


Seminar Nasional 2011 yang diselenggarakan pada 28 Maret 2011, di Graha Sepuluh Nopember ITS Surabaya, acara ini telah berlangsung selama 3 tahun. Mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya turut berpartisipasi dalam seminar ini. Seminar Nasional tahun ke-3 menghadirkan para pemateri antara lain Swastioko Bhudi Suryanto, Dr.Ir. Iwan Ratman MSc, PE, Justinus Tangkelangi, Gunawan Suwarno, Prof.Ir.Mukhtasor, M.Eng, Ph.D., Murdjito.MSc.Eng,.1. Komunitas Migas Indonesia oleh Swastioko Bhudi Suryanto (Ketua Umum KMI)

KMI (Komunitas Migas Indonesia) berkejasama dengan Oceano mengadakan Seminar Nasional yang telah berlangsung selama 3 tahun. Tahun pertama yang diadakan 27 Februari 2009 di Politeknik Astra

2. Various Project Oil and Gas oleh Dr.Ir. Iwan Ratman MSc, PE (Vice President Project Management BPMIGAS)

Wilayah Indonesia hampir seluruhnya merupakan daerah penghasil minyak dan gas. Indonesia masuk dalam 10 negara yang menghasilkan minyak dan gas terbesar, Negara pernghasil minyak dan gas terbesar pertama diduduki oleh Rusia.

Ada beberapa macam pengeboran antara lain land-based ring, platform ring, jack-up ring, semi submersible, drill ship dan deepwater semi submersible.

3. Strategi Penanggulangan Bencana di Laut: Kebijakan, Implementasi dan Tantangan oleh Justinus Tangkelangi (Kepala Dinas Perkapalan dan Transportasi BPMIGAS)

Pengembangan teknologi laut dalam di Indonesia antara lain Proyek Gendalo-Gehem, Proyek Bangka, Abadi Field. Teknologi bawah air antara lain compliant tower, TLP, FPSO, semisubmersible, spar. Ada beberapa tipe rises laut dalam antara lain shallow water (flexible catenary dan stell catenary) dan deepwater (freestanding bundle hybrid risers dan freestanding sungle line hybrid risers).

Landasan hukumnya antara lain UU no.17 tahun 2008 tentang Pelayaran, PP no.21 tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim, PP no.5 tahun 2010 tentang Kenavigasian, KM no.5 tahun 2006 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kecelakaan Kpal, KM no.4 tahun 2005 tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal, PP no.51 tahun 2002 tentang Perkapalan dan PP no.7 tahun 2000 tentang Kepelautan.

Penanggulangan bencana, konsep penaggulannya dengan 3 cara :

1. Tier 1 dipersiapkan oleh masing-masing KKKS dengan peralatan PTM (masih dapat dilakukan sendiri)

2. Tier 2 ditanggulangi dengan:

a. Bantuan peralatan dari KKKS lain

b. Bantuan dari instansi terkaiat lain

c. Bantuan penyedia jasa dalam atau luar negeri

d. Bantuan penyedia jasa fasilitas bersama PTMP Tier 2

(melibatkan intansi tertentu)

3. Tier 3 ditanggulangi dengan:

a. Puskodalnas mengkoordinasikian semua sumber daya yang ada untuk operasi penaggulangan

b. Meminta bantuan penyedia jasa dari lokal dan asing(Tier 3 service center)

(melibatkan nasional)

Protection dan indemnity adalah suatu wadah yang berupa badan atau asosioasi yang dimiliki oleh seluruh anggota Pemilik Kapal/Operator/Penyewa untuk memproteksi segala Tanggung Jawab Hukum terhadap pihak ketiga akibat kecelakaan kpaal yang tidak dapat diproteksi oleh perusahaan asuransi dan disebut sebagai asuransi bersama(Mutual Insurance).

4. Deepwatwer Challenges Pipeline Instalation Case oleh Gunawan Suwarno (Deeplay Energy Services)

Metode instalasi pipa ada 2 yaitu Slay dan Jlay:

* Metode slay pipeline difabrikasi di atas kapal untuk dengan satu, dua atau tiga joints Membutuhkan stinger untuk mengontrol bending bagian atas dan tensioner untuk mengontrol bagian bawah. Laut yang lebih dalam membutuhkan stinger yang lebih panjang dan tensioner yang lebih kuat. S-lay laut dangkal hanya bisa dipakai sampai kedalaman sekitar 300m saja. Untuk yang lebih dalam lagi, DP S-lay bisa dipakai sampai kedalaman 700m. Kecepatan pasang sekitar 4 – 5 km per hari. Ukuran pipa maksimum yang bisa diinstal adalah 60” OD (Allseas Solitair).
* Metote jlay Pengelasan dilakukan hanya oleh satu section jadi lebih lambat dari S-lay dan untuk mempercepat proses, teknik pengelasan yang lebih canggih seperti friction welding, electron beam welding atau laser welding digunakan. Pipa yang akan dipasang mempunyai sudut yang mendekati vertikal sehingga tidak butuh tensioner. Teknik ini sangat cocok untuk instalasi di laut dalam. Beda dengan S-lay, J-lay tidak membutuhkan stinger. Kecepatan pasang sekitar 1-1.5 km per hari. Ukuran pipa maksimum yang bisa diinstal adalah 32” OD (Saipem S-7000)

5. Penanggulangan Pencemaran Laut Terhadap Aktivitas Migas di Indonesia oleh Prof.Ir.Mukhtasor, M.Eng, Ph.D.

Permintaan akan produksi minyak dan gas dalam negeri mauoun luar negeri terus meningkat, dan juga kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan minyak dan gassaat ini lebih dari 50% dilakukan di laut maka pencemaran laut pun akan semakin meningkat.

Tahap kegiatan industry minyak dan gas yang pertama adalah membuat konstruksi anjungan. Dalam tahap ini, keberadaan anjungan akan mempengaruhi perubahan local pada habitat dan distribusi ikan. Selanjutnya, tahap pengeboran, untuk mendapatkan hidrokerbon secara efktif dari sebuah reservoir, beberapa sumur dibor dengan formasi yang berbeda pada beberapa bagiannya. Diperlukan cairan/bahan kimia khusus untuk mencegah kenaikan temperature yang berlebihan dan keretakan pipa akibat penambahan tenaga pada mata bor. Tahap ketiga adalah proses produksi dan pemeliharaan, air keluar dari sumur bor bersama sama minyak dan gas. Air ini kemudian dipisahkan dari minyak dan gas selama proses produksi menggunakan separator atau alat pendukung lainnya. Tahap ini berpotensi menjadi dampak lingkungan terbesar dikarenakan pembuangannya dilakukan secara kontinyu. Tahap terakhir adalah tahap transportasi minyak dan gas, potensi pencemaran laut dari transportasi migas dengan menggunakan tangker adalah jika terjadi kecelakaan tangker dan operasi rutin tangker meliputi pembuangan air bilga dan ballast water, dry docking. Serta jika terjadi kebocoran pipa migas. Ekosistem biota biota laut akan rusak akibat tumpahan minyak, dan kerugian social ekonomi akan berdampak pada masyarakar khususnya masyarakat pesisir.

Pemulihan tumpahan minyak dengan cara absorben, dispersan, pembakaran, dan bioremediasi. Absorben dilakukan dengan cara memanfaatkan material organic atau anorganik yang dapat menyerap minyak seperti jerami, rimput kering, alang-alang, serbuk gergaji, kapas & glass woll, vermiculite, batu apung, atau absorben sintesis yang terbuat dari polyurethane. Namun cara ini tidak efektif digunakan untuk lapisan minyak yang pecah. Dispersan, cara ini menggunakan bahan kimia dengan komponen surface active agent yang bertujuan supaya minyak menjadi droplet dan cepat terdispersi dalam badan air. Cara ini juga masih belum efektif karena membutuhkan pengadukan dan tidak dapat digunakan untuk semua jenis minyak. Cara pembakaran diperbolahkan jika tumpahan minyak terjadi di laut lepas dan keadaan angin yang mendukung. Bioremediasi yaitu teknologi pemulihan minyak dengan memenfaatkan mikroorganisme atau tumbuhan untuk mengendegratasikan minyak.

Penaggulangan pencemaran laut akibat aktivitas minyak dan gas dapat dilakukan dengan cara melakukan pengolahan terhadap produced water, ada beberapa jenis teknologi yang tersedia untuk pengendalian dampak produced water antara lain physical treatment, chemical treatment, biological treatment, dan membrane treatment. Namun samoai saat ini belum ada satu pun teknologi yang cocok untuk mengolah limbah produced water secara tuntas, dua atau lebih system teknologi perlu dikombinasi secara seri. Meskipun demikian, level teknologi saat ini sudah mampu mengolah sampai kwalitas yang memenuhi syarat untuk penggunaan ulang, termasuk mamapu mengolah sampai setara dengan kwalitas air minum.

6. Perkembangan, Peluang dan Tantangan oleh Murdjito.MSc.Eng, (Departement Ocean Engineering ITS Surabaya)

Migas merupakan sumber energi utama dunia, produksinya 20% berasal dari laut.di Indonesia cadangan migas 90% berada di wilayah laut.

Tantangan adanya permasalahan antara lain desain dan operasi, kecelakaan operasi, statistika operasi, operasi bawah air, tantangan disain BLP bawah air.

Perkembangan dan peluang antara lain keterkaitan perkembangan iptek bawah laut utuk masa depan, konsep desain dan operasi berbsis safety, perkembnagan konsep perancanagan srtuktur laut.

Minggu, 03 April 2011

Petunjuk Inilah Yang Digunakan Penyu Laut Untuk Bermigrasi Ribuan Mil

from Kaskus, by A. Wicaksono

Sampai saat ini, bagaimana spesies seperti penyu laut dapat bermigrasi ribuan mil di lautan tanpa petunjuk apa-apa menjadi misteri besar para ilmuwan.


Sebagaimana diketahui, penyu adalah kura-kura laut. Berbeda dengan kura-kura, penyu memiliki sepasang tungkai depan sebagai kaki pendayung. Penyu laut tidak dapat menarik kepalanya ke dalam apabila merasa terancam, berbeda dengan kura-kura. Walaupun seumur hidup berkelana di dalam air, sesekali mereka tetap harus ke permukaan.

Penyu pada umumnya bermigrasi dengan jarak yang cukup jauh dengan waktu yang tidak terlalu lama. Seperti, jarak 3.000 kilometer dapat ditempuh hewan yang bernapas dengan paru-paru itu dalam waktu 58 – 73 hari.

Kini, para peneliti dari University of North Carolina yakin bahwa mereka telah menemukan jawabannya. Penyu tempayan, spesies penyu laut, dapat menentukan garis bujur dengan menggunakan dua set isyarat magnetik, seperti kompas.

Ini adalah kali pertama kemampuan tersebut ditunjukkan dalam migrasi hewan. Penelitian ini pun kemudian langsung dipublikasikan di jurnal Current Biology.

Sebelumnya, sejumlah jenis penyu diperkirakan hanya mampu menggunakan isyarat magnetik untuk menentukan lintang, dan diyakini tidak mampu mengenali garis bujur. Tapi, temuan ini mengejutkan para peneliti ketika mengembangkan suatu metode yang melibatkan kekuatan dan sudut medan magnet Bumi.

“Bagian tersulit dari navigasi terbuka di laut bebas adalah menentukan posisi bujur dan arah timur-barat,” kata Nathan Putman yang bertindak sebagai kepala riset. Dikutip VIVAnews dari BBC, Jumat 25 Februari 2011.

“Membutuhkan waktu berabad-abad untuk mengetahui garis bujur dalam perjalanan panjang mereka di laut,” tandasnya. Namun, bagi penyu tempayan, migrasi ini harus ditempuh ketika mereka sampai ke laut dari sarang mereka di pinggir pantai. Saat mencapai pantai, tiap penyu kecil akan melewati kursus singkat untuk berenang di laut terbuka.

Bagaimana peneliti mengetahui bahwa penyu dapat mengenali garis bujur dengan isyarat medan magnet?

Peneliti membawa sejumlah penyu tempayan yang ditangkap dari laut Florida. Mereka ditempatkan di dalam wadah air melingkar dan ditambatkan sistem pelacakan elektronik untuk memantau arah berenangnya.

Para penyu kemudian dikenakan isyarat medan magnet yang direplikasikan di dalam kolam. Kedua isyarat itu ditempatkan di dua lokasi berbeda dengan pada garis lintang yang sama, namun di garis bujur yang berbeda sepanjang rute migrasi mereka.

Penyu tempayan bereaksi untuk tiap-tiap medan magnet dan berenang ke arah yang mereka tuju. Dalam kenyataan, arah itu sesuai dengan rute migrasi yang membentuk lingkaran. Dengan demikian, para peneliti menyimpulkan bahwa penyu dapat menentukan informasi bujur menggunakanmedan magnet.