Jumat, 01 April 2011

Coral Bleaching And It Relations With Global Warming Effects

by F.R. Fachri, 2010.

Apakah yang disebut terumbu karang itu, serta bagaimana cara hidupnya?

Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel.


Terumbu karang secara umum dapat dinisbatkan kepada struktur fisik beserta ekosistem yang menyertainya yang secara aktif membentuk sedimentasi kalsium karbonat akibat aktivitas biologi (biogenik) yang berlangsung di bawah permukaan laut. Bagi ahli geologi, terumbu karang merupakan struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium karbonat) di dalam laut, atau disebut singkat dengan terumbu. Bagi ahli biologi terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang dibentuk dan didominasi oleh komunitas koral.

Dalam peristilahan 'terumbu karang', "karang" yang dimaksud adalah koral, sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu. Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari karang maupun dari alga Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang. Di Indonesia semua terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan koral. Kerangka karang mengalami erosi dan terakumulasi menempel di dasar terumbu.
Karang berada dalam Filum Cnidaria, dan mereka menerima nutrisi dan sumber energi dalam dua cara. Mereka menggunakan strategi menangkap organisme planktonik kecil dengan tentakel mereka yang mengandung nematokis. Mereka memiliki hubungan simbiotik obligat dengan ganggang sel tunggal yang dikenal sebagai zooxanthellae. Zooxanthellae adalah alga autorophic yang termasuk dalam filum Dinoflagellata.
Zooxanthellae hidup bersimbiosis dalam jaringan polip karang dan membantu karang dalam produksi gizi melalui kegiatan fotosintesis tersebut. Dari proses simbiosis ini dihasilkan senyawa karbon untuk menghasilkan energy pada karang, meningkatkan kalsifikasi, dan memediasi unsur hara. Sedangkan polip pada karang memberikan zooxanthellae tempat hidup, berlindung, dan suplai karbon dioksida untuk proses fotosintesis-nya.. Jaringan karang sendiri sebenarnya bukan warna indah dari terumbu karang, tetapi warna tersebut berasal dari zooxanthellae yang hidup di tubuh mereka.

Mengapa terumbu karang dapat mengalami pemutihan atau bleaching ?

Pemutihan terumbu karang merupakan respon stres karang dari berbagai gangguan. Dimulai pada 1980-an, dilaporkan bahwa terjadinya pemutihan terumbu karang meningkat. Pemutihanan terumbu karang yang luas, melibatkan daerah terumbu karang besar dan mengakibatkan kematian karang massal telah menimbulkan kekhawatiran tentang keterkaitan peristiwa fenomena global termasuk pemanasan global atau perubahan iklim dan meningkatnya radiasi UV dari penipisan ozon.
Pemutihan karang ini terjadi ketika :

(i) penurunan kerapatan zooxanthellae
(ii) jatuhnya konsentrasi pigmen fotosintetik zooxanthellae (Kleppel et al, 1989).

Kebanyakan zooxanthella pembentuk terumbu biasanya mengandung sekitar 1-5 zooxanthellae x 10 cm 6 -2 jaringan permukaan hidup dan 2-10 pg klorofil setiap zooxanthella. Ketika karang memutih mereka kehilangan 60-90% dari zooxanthellae mereka dan setiap zooxanthella mungkin kehilangan 50-80% dari pigmen fotosintetik nya (Glynn 1996).


Jika penyebab stres tidak terlalu, karang yang terkena biasanya dapat mendapatkan kembali alga simbiotik mereka dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika kehilangan zooxanthellae yang berkepanjangan, yaitu jika stres terus dan populasi dari zooxanthellae tidak kembali, karang tersebut akan mati.

Menurut Buchheim, 1998, memaparkan bahwa ada beberapa penyebab dari tejadinya proses pemutihan karang, antara lain:

• Suhu
Karang hidup dalam suhu yang relatif sempit. Perubahan suhu laut yang tinggi dan kemudian rendah dapat menyebabkan pemutihan karang. Peristiwa pemutihan ini terjadi selama suhu tiba-tiba turun karena adanya upwelling, (-3 derajat C sampai -5 derajat C selama 5-10 hari

• Radiasi Matahari
Pemutihan yang terjadi selama bulan-bulan musim panas, saat suhu musiman dan radiasi matahari cukup tinggi, sering terjadi tidak proporsional dan membawa dampak pada karang. Radiasi ultraviolet (UVR, 280-400nm) telah terlibat dalam prpses pemutihan ini.

• Paparan subaerial
Pemaparan pada suhu tinggi atau rendah, peningkatan radiasi matahari, pengeringan, dan air pengenceran laut dengan hujan lebat semua bisa memainkan peran dalam hilangnya zooxanthellae, bahkan dapat membuat kematian padaarang secara cepat.
• Pengendapan
Relatif sedikit contoh pemutihan karang yang dikarenakan sedimen mereka hidup. Hal ini dimungkinkan, namun belum menunjukkan, bahwa sdimenbisa membuat spesies zooxanthellate lebih mungkin untuk memutih.

• Pengenceran Air Tawar
Pengenceran air yang dihasilkan karang dari curah hujan dan limpasan badai telah terbukti menyebabkan pemutihan terumbu karang. Umumnya, peristiwa pemutihan tersebut langka dan terbatas pada relatif kecil, wilayah perairan dekat pantai.

• Nutrisi an-organik
Peningkatan konsentrasi unsur hara (misalnya amonia dan nitrat) sebenarnya meningkatkan kerapatan zooxanthellae 2-3 kali. Meskipun eutrofikasi tidak secara langsung terlibat dalam hilangnya zooxanthellae, dapat menyebabkan kerugian skunder yang dapat mempengaruhi menurunnya ketahanan karang dan kerentanan lebih besar terhadap penyakit.

• Xenobiotik
Kehilangan Zooxanthellae terjadi selama paparan karang mengalami peningkatan konsentrasi kontaminan berbagai reaksi kimia, seperti Cu, herbisida dan minyak. Karena konsentrasi tinggi xenobiotik yang diperlukan untuk menginduksi kehilangan zooxanthellae, pemutihan dari sumber-sumber tersebut biasanya bersifat sementara.

• Epizootics
Kebanyakan penyakit karang menyebabkan kematian seluruh koloni atau merata dan peluruhan jaringan lunak, beberapa patogen telah diidentifikasi bahwa mereka dapat menembus jaringan putih pada karang.

Apakah fenomena pemanasan global yang terjadi akhir-akhir ini dapat mendukung terjadinya pemutihan pada karang ?

Dari adanya stres menyebabkan terumbu karang memutih, banyak juga yang mengaitkan dengan degradasi lingkungan lokal dan eksploitasi karang yang berlebihan. Dari faktor-faktor yang disebutkan di atas, hanya suhu air laut dan radiasi matahari yang memiliki faktor global untuk memungkinkan terjadinya perubahan. Pemanasan global, bersama dengan kejadian ENSO, perubahan suhu air laut, dan menipisnya ozon dapat meningkatkan jumlah dari sinar UV yang mencapai permukaan bumi, dan kemungkinan menyebabkan peristiwa pemutihan karang.



Peningkatan suhu laut dan radiasi matahari (khususnya radiasi UV), baik secara terpisah atau dalam kombinasi, telah dipertimbangan sebagai salah satu pnyebab pemutihan tersebut. Dalam banyak kasus, di mana pun pemutihan terumbu karang dilaporkan, terjadi selama musim panas atau dekat akhir periode pemanasan berlarut-larut.

Pemutihan karang dilaporkan sering terjadi selama periode kecepatan angin rendah, langit cerah, laut tenang dan kekeruhan yang rendah, ketika kondisi mendukung pemanasan lokal dan penetrasi tinggi panjang gelombang radiasi (UV) pendek. Suhu laut yang tinggi serta fluks radiasi UV dapat menyebabkan pemutihan terumbu karang dalam skala global, karena adanya efek rumah kaca dan penipisan lapisan ozon.
Batas toleransi peningkatan suhu laut pada karang adalah 0,5 -1,5 derajat C selama beberapa minggu atau peningkatan yang besar 3-4 derajat C selama beberapa hari akan menyebabkan disfungsi karang dan kematian.

Radiasi UV secara mudah dapat menembus air laut yang jernih, tetapi terumbu karang mempunyai senyawa yang dapat meredam sinar radiasi dari UV. Senyawa ini dihasilkan sebagai respons terhadap tingkat UV, tetapi tidak diketahui apakah kapasitas dari senyawa yang dimiliki karang ini. Ada kemungkinan interaksi antara suhu dan UV, dengan suhu secara signifikan mengurangi kepadatan zooxanthelae dan juga konsentrasi menyerap UV senyawa dalam zooanthid karang, sehingga berpotensi meningkatkan pemaparan dari simbion terhadap efek langsung dari radiasi UV.

Summary (Kesimpulan)
Zooxanthella merupakan salah satu organisme yang sangat penting dan sangat berperan dalam pertumbuhan dari karang. Antara zooxanthella dan karang menjalin suatu hubungan simbiois mutualisme yang saling meguntungkan.
Adanya dampak pemanasan global terhadap laut tropis dan subtropis dangkal dapat berpengaruh pada tingkat keparahan dan skala kerusakan akibat pemutihan karang. Ini dikarenakan kerapaan daari zooxanhella yang berkurang sehingga mempengaruhi pertumbuhan karang. Peningkatan suhu konservatif 1-2 derajat C akan menyebabkan daerah antara 20-30 derajat N mengalami pemanasan berkelanjutan yang termasuk dalam batas-batas mematikan kebanyakan spesies karang, karena matinya zooxanthella. Sehubungan dengan kenaikan suhu laut akan menjadi kenaikan permukaan laut, dan telah menyarankan bahwa kenaikan permukaan air laut akan menekan pertumbuhan karang atau membunuh banyak karang melalui penetrasi cahaya yang lebih rendah.
Beberapa populasi karang dan zooxanthellae endosymbiotic diperkirakan mereka mungkin dapat beradaptasi dengan kondisi ekstrim selama perubahan iklim global. Tetapi kematian karang dan penurunan luas terumbu akan diharapkan pada zona terumbu dangkal di lintang paling rendah. Bahkan jika pemanasan laut secara signifikan tidak terjadi dan tingkat radiasi tinggi tidak terjadi, degradasi terumbu karang mungkin dapat terjadi yang disebabkan karena adanya pencemaran antropogenik dan eksploitasi berlebihan yang masih dilakukan oleh manusia sampai saat ini.

REFERENSI
Buchheim, Jason, 1998. Coral Reef Bleaching. Marine Biology Expedition. Odissey Learning Center
IPB, 2009. Ekosistem terumbu karang. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. http://ipb.ac.id.html. Accessed at 1 Oktober 2010.
Wikipedia, 2010. Terumbu Karang. http://id.wikipedia.org/terumbu karang.html . Acessed at 1 Oktober 2010
Wikipedia, 2010. Zooxanthella. Http://wikipedia.org./zooxanthella.html . Accessed at 1 Oktober 2010.

Minggu, 27 Maret 2011

"Green Finance" Solusi Perubahan Iklim


JAKARTA, KOMPAS.com - Konsep green finance atau pengucuran modal dengan menggunakan prinsip ramah lingkungan bisa menjadi solusi dari sektor finansial untuk mengatasi dampak perubahan iklim global.
"Ada dua ancaman serius, yaitu masalah penggunaan energi dan lingkungan hidup yang bisa diatasi dengan green finance," kata Special Advisor Head Environment Finance Japan Bank for International Cooperation (JBIC) Takashi Hongo dalam diskusi yang digelar Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) di Jakarta, Kamis (28/1/2011).
Namun, menurut Hongo, untuk menerapkan konsep green finance secara nyata dibutuhkan tekad dari badan finansial, baik swasta maupun pemerintah, untuk mengeluarkan investasi dalam jumlah yang besar. Selain itu, penerapan green finance membutuhkan kemajuan teknologi yang dapat mengurangi dampak perubahan iklim.
Ia mencontohkan, sejumlah nelayan di Jepang beberapa tahun lalu memutuskan untuk menggunakan teknologi LED (light emitting diode) akibat mahalnya harga bahan bakar yang biasa dipakai untuk melaut.
Hongo memaparkan, pada awalnya memang dibutuhkan biaya yang besar untuk membeli dan melengkapi kapal penangkap ikan dengan LED, tetapi setelah digunakan mereka dapat menghemat biaya operasional. "Mereka (para nelayan) meminjam uang dari bank," katanya.
Untuk itu, menurut dia, pembiayaan dan dorongan untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan merupakan kunci yang dibutuhkan dalam penerapan green finance.
Sementara itu, pembicara lainnya, Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Suseno Sukoyono mengatakan, sebenarnya terdapat banyak peluang bisnis atau finansial yang dapat dikembangkan akibat perubahan iklim, termasuk salah satunya green finance.
Apalagi, ujar dia, Indonesia sebenarnya bukanlah merupakan penyumbang emisi terbesar tetapi perubahan iklim telah mengakibatkan sejumlah masalah seperti kenaikan suhu dan naiknya permukaan air laut yang tampak seperti fenomena rob yang akhir-akhir ini kerap terjadi di kawasan Muara Baru, Jakarta Utara.
"Indonesia menghasilkan 1,7 emisi per kapita, sedangkan Amerika Serikat 20,6 dan Australia 16,2," katanya.
Ia juga mengingatkan, krisis energi seperti kenaikan harga minyak yang kini telah mencapai sekitar 100 dolar AS seharusnya juga bisa menjadikan salah satu aspek untuk mendorong penerapan green finance.
Ketua MPN Muhammad Taufiq mengharapkan terbangun jaringan baik di dalam maupun luar negeri atau organisasi internasional dalam menciptakan sumber peluang pembangunan berkelanjutan melalui green finance.
"Skema pendanaan green finance dengan dilandasi lingkungan investasi yang kondusif dengan memasukkan aspek perubahan iklim menjadi salah satu solusi penting dalam membangun Indonesia secara berkelanjutan," katanya.
Berdasarkan data MPN, terdapat potensi total ekonomi kelautan Indonesia yang mencapai 800 miliar dolar AS per tahun yang belum sepenuhnya bisa dimanfaatkan antara lain karena kendala biaya.